Bersyukurlah dengan apa yang ada pada diri kita. Allah pasti menciptakan yang terbaik untuk kita. Yang baik untuk orang lain belum tentu baik untuk kita, begitu juga sebaliknya.
"Bun, kita kok enggak punya mobil sih. Coba punya mobil, kalau hujan kan enggak kehujanan. Kalau panas, enggak kepanasan juga." Shahia suatu sore mengeluhkan hujan yang mengguyur tanah.
"Hmm, kita harus bersyukur, Nak. Apa saja yang Allah titipkan kepada kita, itu adalah amanah sekaligus rezeki. Jadi, kalau memang masih dititipin motor, ya bersyukur."
"Mau gak dengerin cerita tentang kura-kura yang bersyukur?"
"Maaauuuu, Bun!"
"Oke!"
***
KURI
SI KURA-KURA
Oleh:
Yuli Rakhmawati
Beberapa hari lagi
libur sekolah tiba, Kuri si kura-kura bersiap-siap untuk berlibur. Kali ini ia
akan pergi ke rumah nenek. Rumah nenek
Kuri berada di hutan sebelah, yang dibatasi oleh ladang para petani dan tidak terlalu
jauh jaraknya. Ayah dan ibu Kuri tidak
bisa mengantar ke rumah nenek, karena
tidak libur.
Bunyi ayam jago yang
bersahut-sahutan pagi ini, membuat Kuri bergegas bangun. Ia bangun dengan
bersemangat, karena hari ini Kuri akan berlibur ke rumah nenek.
“Kuri ayo sarapan dulu,
biar tidak lapar di tengah jalan,” kata sang ibu.
“Iya bu,” jawab Kuri
“Wah, kamu bersemangat sekali pagi ini Nak,” sahut
ayah Kuri.
“Iya Yah, aku sudah
tidak sabar bertemu nenek, Kuri sudah kangen,” jawab Kuri.
Setelah menyelesaikan
sarapannya, Kuri pun berpamitan kepada ayah dan ibunya. Diciumnya tangan ayah
ibunya.
“Kuri berangkat ya,”
kata Kuri, sambil melambaikan tangan
pada ayah dan ibunya.
“Hati-hati di jalan ya
Nak,” jawab ayah dan ibu Kuri seraya membalas lambaian tangan Kuri.
Dengan hati yang riang
Kuri melangkahkan kaki menuju rumah nenek. Kadang terdengar sayup-sayup
nyanyian dari bibirnya. Kuri sengaja bernyanyi agar tidak mudah lelah dan
perjalanan yang lama tidak terasa. Jalannya yang lambat, membuat Kuri membutuhkan waktu lebih lama
untuk sampai ke rumah nenek.
Ketika lelah melanda,
Kuri beristirahat sejenak di bawah pohon. Dia duduk-duduk sambil mengibas
kibaskan daun kering untuk menghilangkan peluh. Sambil bersandar ia melihat
sekeliling.
Dilihatnya Titi merpati
yang terbang kesana kemari bersama teman-temannya. Ah, seandainya aku punya
sayap, pasti aku akan sampai di rumah nenek dengan cepat, batin Kuri. Mengapa
tuhan menciptakan jalanku lambat ya? Tuhan tidak adil, gerutu Kuri dalam hati.
Tanpa Kuri sadari, Pupu
si kupu, menghampirinya.
“Hai Kuri, mau kemana?”
tanya Pupu yang hinggap di bunga, tidak jauh dari tempat Kuri.
“Eh Pupu, bikin kaget
saja. Aku mau berlibur ke rumah nenek.”
“O … nenekmu yang
rumahnya di hutan sana ya. Lalu mengapa engkau melamun?” tanya Pupu lagi.
“Iya Pupu. Aku tidak
melamun, aku lelah, maka, aku rehat dulu
di sini. Enak kamu ya punya sayap, kalau kemana-mana bisa cepat,” jawab Kuri
sedikit menggerutu.
“Jangan mengeluh Kuri,
kamu harus bersyukur dengan apa yang ada pada dirimu. Maaf Kuri aku tidak bisa
menemanimu berbincang, aku harus mencari nectar
lagi,” Kata Pupu sambil bersiap-siap untuk terbang.
“Hati-hati Kuri,” kata
Pupu.
“Terima kasih Pupu,”
jawab Kuri.
Tidak lama kemudian
Kuri meneruskan perjalanannya. Matahari yang menyengat membuat Kuri merasa
haus. Ia berjalan menuju sungai kecil yang ada di pinggir hutan. Setelah sampai
di air yang dangkal, ia menjulurkan kepalanya dan meminum air sungai yang
terasa segar.
Sedang asik-asiknya
minum, ia mendengan suara air berkecipak.
“Kuri ya?” tanya Kiki
si ikan sambil berusaha mendekat.
“Eh Kiki, iya, ini
aku,” jawab Kuri sambil mendongakkan kepalanya.
“Tampaknya kamu
kehausan, dari mana?”
“Dari rumah mau ke
rumah nenek. Sebenarnya jarak rumah nenek tidak jauh, tapi karena jalanku pelan
jadi terasa jauh dan melelahkan. Enak kamu ya Ki bisa berenang dengan cepat,
kadang bisa melompat juga,” jawab Kuri mengeluh.
“Ah sudah, jangan
mengeluh terus. Segera lanjutkan perjalananmu, agar tidak terlalu sore sampai
di rumah nenek. Semangat Kuri!” jawab
Kiki si ikan sambil berenang ke tengah sungai.
“Terima kasih Kiki,”
jawab Kuri setengah berteriak, karena Kiki si ikan sudah tidak terlihat.
Setelah hausnya hilang,
Kuri meneruskan perjalanan ke rumah nenek. Selang beberapa saat kemudian, sawah
para petani sudah terlihat. Itu menandakan, bahwa rumah nenek sudah dekat.
Pelan-pelan Kuri
menyusuri pematang sawah. Sisa hujan semalam, meninggalkan jejak genangan air
hampir di sepanjang pematang yang Kuri lalui. Padi yang ditanam pak tani tampak
hijau, menghampar bak permadani. Kuri sangat senang memandangi hamparan padi
yang menghijau. Di tepi sawah juga tumbuh pohon kelapa yang tinggi menjulang.
Beberapa di antaranya berbuah sangat lebat.
“Kuri, Kuriii, kaukah
itu, tunggu aku!”
Kuri menoleh kearah
suara yang sangat dikenal. Ia berhenti sejenak untuk menunggu temannya.
“Haii … Dodo! Apa
kabar?” jawab Kuri ketika teman yang memanggilnya sudah agak dekat.
“Baik Kuri. Apakah kamu
mau ke rumah nenek? Nenek sudah menunggumu dari tadi,” jawab Dodo si kodok,
yang tidak lain adalah teman bermain Kuri,
ketika di rumah nenek.
“Senang rasanya bertemu
denganmu. Ya Do, aku mau ke rumah nenek. Sebenarnya aku sudah berangkat sejak
tadi pagi, tapi, karena jalanku lambat, aku baru sampai sekarang,” kata Kuri
sambil menunduk lesu.
“Ah, sudahlah yang
penting kamu sudah sampai dengan selamat,” Kata Dodo si kodok berusaha
menenangkan sahabatnya.
“Rasanya Tuhan tidak
adil kepadaku. Aku iri dengan kamu dan teman-teman yang lain. Titi merpati bisa
menjelajahi angkasa dengan mudah. Pupu si kupu bisa hinggap di setiap bunga
dengan cepat. Kiki si ikan bebas berenang dan bermain air sesuka hatinya, dan
kamu Do, bisa meloncat tinggi dengan ringan.
Kalian bisa kemana-mana dengan cepat.
Sedangkan aku, berlaripun tidak bisa.”
“Jangan berkecil hati
Kuri, Tuhan menciptakan makhluknya
dengan segala kelebihan dan kekurangannya,” jawab Dodo si kodok.
Tidak terasa sampailah
mereka di tepi sawah yang di tumbuhi pohon kelapa. Tiba-tiba, sebuah kelapa
jatuh.
“Awas Kuri, cepat
minggir!” seru Dodo yang melihat buah kelapa jatuh.
apia pa mau di kata,
karena geraknya yang lamban, Kuri tidak sempat menghindar. Buah kelapa itu
jatuh tepat di atas badannya. Dodo yang melihat sahabatnya tertimpa buah
kelapa, menjerit-jerit khawatir. Dihampirinya Kuri yang tidak bergerak.
“Kuri …, kuriii, kamu
baik-baik saja?” Tanya Dodo sambil menggoyang-goyangkan tubuh Kuri.
Agak lama Dodo
menggoyang goyang tubuh Kuri, sambil memeriksa tubuh sahabatnya yang tertimpa
kelapa. Tidak dijumpainya luka di tubuh Kuri, tapi Kuri tetap diam tidak
bergerak. Melihat hal itu Dodo berinisiatif untuk memanggil kawan-kawannya yang
lain.
“Dodo, apa yang kamu
lakukan?” tanya kuri bingung melihat Dodo yang mondar mandir.
“Kuri, kamu tidak
apa-apa?” tanya Dodo dengan raut muka yang bingung.
“Sedikit pusing,
sepertinya ada benda berat yang menimpa tubuhku.”
“Tapi kamu tidak
terluka kan?”
“Tidak, karena
tempurungku sangat keras dan kuat, sehingga bisa melindungi tubuhku yang lain
dari buah kelapa yang menimpaku.”
“Syukurlah kalau
begitu. Eh, tunggu sebentar. Aku tahu sekarang, berarti Tuhan adil kepadamu
Kuri.”
“Maksudmu Do?”
“Ah, masak kamu gak tau
sih!”
Kuri
menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil mengernyitkan dahi, karena dia tidak
mengerti maksud Dodo.
“Kamu memang lambat
berjalan, tapi Tuhan menciptakan perisai yang kuat di tubuhmu. Coba bayangkan
kalau buah kelapa itu jatuh di tubuhku, atau teman-teman yang lain. Bisa-bisa
kami terluka parah bahkan bisa mati!” jelas Dodo panjang lebar.
Setelah mendengar
penjelasan Dodo. Kuri baru menyadari kelebihan yang dimilikinya. Yang selama
ini tidak disadarinya.
“Kamu benar Do, aku
yang kurang bersyukur,” kata Kuri dengan nada menyesal.
Sampai di rumah nenek,
Kuri merasa senang dan menceritakan semua yang di alaminya kepada nenek.
Esoknya Kuri mengundang teman-temannya untuk bermain bersama dan mencicipi
makanan nenek yang lezat.
Sungguh liburan yang
penuh arti bagi Kuri. Sejak saat itu Kuri berjanji akan tetap mensyukuri apapun
yang ada pada dirinya. Belajar lebih giat, tidak mengeluh ketika membantu ayah
ibu, serta tidak akan pernah iri dan membandingkan dengan teman-teman yang
lain.
Banyak sekali yang
ingin Kuri ceritakan, baik kepada ayah dan ibu, maupun teman-temannya di
sekolah.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat dan mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.
Salam kenal,
Hessa Kartika