Masih melanjutkan kebiasaan mendongengkan cerita kepada anak-anak, terutama Lula, gadis empat tahunku.
Masih bersumber pada buku hasil karya teman-teman Pejuang Literasi, aku mulai beraksi. Memasang mimik, mengatur napas dan intonasi suara. Kalau sudah begini, anak-anak, terumata Shahia dan Lula akan menjadi lebih fokus mendengarkan apa yang aku baca.
Simak serunya yuk!
***
MELUKIS INDAHNYA PAGI
Oleh : Isya
“Aku
akan melukis indahnya pagi!” ujar Dipo dengan suara lantang.
Bu
guru dan teman-teman sekelas tertegun setelah mendengar ide liburan Dipo. Kagum
dengan ide Dipo yang luar biasa, semua hanya hening. Dipo pun membusungkan dada
karena bangga, melihat reaksi Bu guru dan teman-temannya yang kagum dengan
dirinya. Kagum? Tentu saja. Kelelawar adalah makhluk yang aktif di malam hari
dan akan tidur di pagi hari. Jadi sudah tentu kelelawar tidak bisa memandang
indahnya pagi.
“Tapi,
Dipo sayang, kita makhluk nokturnal. Makhluk yang aktif di malam hari,” kata Bu
guru setelah tertegun sesaat.
“Pasti
mudah, Bu Guru. Aku pasti bisa!” jawab Dipo sedikit sombong.
Malam
ini adalah pertemuan terakhir di sekolah Kelelawar Cerdas, semua siswasangat
gembira karenaliburan telah tiba. Ide liburan Dipo yang mengagumkan, menjadi
perbincangan hangat teman-temannya.
Semua kagum, hi hi. Lihat nanti,
aku akan melukis pagi dengan indahnya, dan aku berikan kepada Ibu guru. Pasti
aku akan sangat disayang dan disanjung.
Ujar Dipo dalam hati.
Sesampainya
di rumah, dengan bangganya Dipo menceritakan ide liburannya kepada Ayah dan
Ibunya. Untuk sesaat keduanya tentu saja tertegun.
“Dipo,
Ayah tahu kamu pasti ingin membuat cerita yang hebat untuk teman sekelas mu.
Tapi apakah kamu tahu,kita bangsa kelelawar sudah diciptakan untuk aktif di
malam hari dan tidur di pagi hari. Kita diciptakan istimewa dengan keistimewaan
itu,” nasihat Ayah.
“Ayah,
Pon-Pon teman ku, si Monyet Ekor Panjang saja bisa aktif di pagi hari. Aku
pasti bisa!” jawab Dipo.
“Itu
berbeda, Nak. Mereka diciptakan untuk aktif di pagi hari,” ujar Ayah.
“Ayah,
kok gitu. Anaknya membuat ide cemerlang, Ayah tidak mendukung,” jawab Dipo
sambil cemberut.
Ibu
yang melihat perdebatan Ayah dan Dipo segera menengahi, Ibu menggenggam tangan
Ayah, menenangkan Ayah. Ibu lalu mendekati Dipo.
“Dipo,
berat loh melawan kebiasaan alami kita untuk terjaga di pagi hari,” kata Ibu
sambil mengusap kepala Dipo.
“Dipo
mau main dengan Pon-Pon, Bu. Mau melihat indahnya pagi. Pasti keren, ketika
nanti Dipo menceritakan hal itu di depan teman-teman,” kata Dipo penuh harap.
“Baiklah,
Ibu akan menyiapkan semua hal yang Dipo perlukan. Tetapi berjanjilah, untuk
tidak terlalu memaksakan diri,” kata Ibu dengan bijak.
“Terima
kasih, Ibu,” jawab Dipo sambil memeluk erat Ibu.
Dipo
segera berlari memeluk Ayah dan berlari kembali menuju kamar, menuliskan
rencana liburannya. Ayah menatap Ibu dengan heran.
“Tak
apa Ayah, pengalaman hidup akan mengajarkan Dipo nanti,” ucap Ibu.
***
Hari
pertama, rencana Dipo untuk tidak tidur di pagi hari dimulai. Dipo akan mulai
dengan membaca buku kesukaannya, yaitu cerita tentang perjalanan berkelana ke
pulau lain. Dengan semangat membara Dipo menyiapkan cemilan dan teh, dan
bersiap membaca buku di atas meja belajarnya. Ayam sudah berkokok, memberi tahu
bahwa pagi akan segera datang.
Sedikit lagi, aku akan berhasil
tidak tidur di pagi hari. Kata Dipo dalam
hati dengan sangat gembira.
Namun
apa yang terjadi, ketika Dipo menginjak ke halaman ke sepuluh seri ketiga buku
kesukaannya. Dipo tertidur di atas meja belajarnya.
Ketika
hari beranjak senja, Dipo terbangun. Sadar bahwa usaha di hari pertamanya
gagal, Dipo amat menyesal. Ah, masih hari
pertama. Aku masih punya 13 hari liburan, pasti bisa. Pikir Dipo dalam
hati. Mulailah Dipo mencatat kegagalan rencananya dan membuat rencana baru.
***
Hari
kedua dimulai dengan bermain congklak dan catur bersama Ayah sepanjang dini
hari sampai pagi. Setelah Dipo berhasil membujuk Ayah, akhirnya mereka berdua
berencana bermain congklak dan catur sampai empat belas ronde. Tentu saja Ayah sudah
mengalahkan Dipo dalam 4 ronde permainan catur. Tapi Dipo boleh berbangga,
karena sudah empat ronde Ayah kalah main congklak dengan Dipo.
Ayam
sudah mulai berkokok, tanda matahari akan mulai muncul. Ayah sudah menguap
berkali-kali, mata Ayah pun sudah memerah menahan kantuk. Dipo masih terus
bersemangat bermain congklak, sudah ronde ke sembilan. Ketika giliran Dipo yang
membagikan biji congklak, rupanya Ayah tertidur di sofa. Dipo yang melihat Ayah
tertidur, berinisiatif mengambilkan selimut untuk Ayah. Dipo sangat senang
Ayahnya sudah berusaha menemani Dipo mewujudkan liburan impiannya.
Sambil
meneruskan permainan congklaknya, Dipo berkali-kali mengusap matanya yang
mengantuk. Berat rasanya menahan kantuk sambil memikirkan strategi bermain.
Ketika Dipo sudah berat menahan kantuk, diletakkan kepalanya ke sofa.
Sebenarnya niat Dipo hanya untuk tidur sesaat, namun apa daya ternyata Dipo
tertidur sampai senja. Rencana Dipo gagal lagi.
***
Hari
ketiga Dipo berencana akan menonton film kesayangannya sampai matahari terbit
sambil memakan biji kopi. Dipo dengar kopi bisa membuat mata terjaga, sehingga
alih-alih menyeduhnya, Dipo memilih mengunyahnya. Karena menurut pemikiran
Dipo, jika sambil dikunyah maka mulut akan bekerja dan otak akan sibuk,
sehingga kantuk pun akan hilang. Dimulailah rencana ketiga Dipo, Ayah sudah
menyiapkan berbagai film dokumenter kesayangan Dipo. Kali ini Ayah tidak bisa
menemani Dipo, karena Ayah ada rapat dan pulang agak sedikit terlambat.
Dipo
sudah memulai mengunyah biji kopi, rasa pahit meledak di mulut Dipo. Tapi demi
memuluskan rencananya, Dipo tetap menelan dengan susah payah. Pintu depan
tiba-tiba terdengar membuka. Pasti Ayah
baru pulang, wah sudah pukul empat pagi. Ayah pasti lelah. Pikir Dipo. Tak
disangka Ayah menengok Dipo yang sudah mulai menonton film dokumenter
kesukaannya.
“Dipo
perlu Ayah temani, Nak?” tanya Ayah.
“Tidak
perlu, Ayah. Ayah istirahat saja, Ayah pasti lelah,” jawab Dipo sambil
tersenyum.
Ayah
pun akhirnya memutuskan untuk segera tidur, karena esok malam pekerjaan masih
menunggu Ayah.
Dipo
melirik jam, sudah pukul lima pagi. Sedikit
lagi, yes. Satu jam lagi.Ujar Dipo dalam hati.
Ayam
sudah mulai berkokok menandakan matahari semakin meninggi. Layar televisi di
kamar Dipo sedang menayangkan dokumenter penemuan bohlam lampu, namun sayang
Dipo sudah tertidur lelap. Rencana ketiga gagal lagi.
***
Senja
ini adalah senja kesepuluh, Dipo sudah melalui berbagai cara untuk bisa tetap
terjaga sepanjang pagi. Dimulai dengan tetap berolahraga, bersepeda berkeliling
desa kelelawar, mendengarkan musik klasik, sampai mengobrol dengan Pan-Pan
sepanjang pagi, semua gagal. Impian Dipo untuk dipuji Bu guru di depan semua
teman-teman sekelasnya, hancur berantakan.
Dipo
dengan gontai terbang ke pohon buah markisa, rumah Pan-Pan si Monyet Ekor
Panjang, sahabat baiknya.
“Kenapa
muka mu kusut, Dipo?” tanya Pan-Pan.
“Aku
gagal, Pan-Pan. Teman-teman pasti akan menertawakan ku nanti,” ujar Dipo sambil
menangis.
Pan-Pan
pun ikut sedih mendengar kegagalan Dipo, “Tapi kamu hebat. Kamu sudah mencoba
berbagai hal, untuk bisa tetap terjaga di pagi hari. Bukankah itu hebat!” puji
Pan-Pan.
Dipo
hanya menunduk terdiam.
“Ini
hadiah untuk mu, oleh-oleh liburan ku,” kata Pan-Pan.
Dibukanya
album foto itu satu per satu. Ada matahari terbit di ufuk timur dan Pak Jago
yang sedang berkokok. Pan-Pan dan teman-temannya sedang berayun, bahkan Kuki si
Kupu-Kupu yang sedang hinggap di salah satu bunga di ladang bunga pun ada. Dan
satu lagi foto Dipo dan teman-temannya yang berangkat ke sekolah saat senja.
“Tapi
bukankah Dipo itu memang sudah hebat ya. Dipo dan teman-teman bisa terbang di
malam hari tanpa tersesat. Aku saja akan sangat sulit melihat dalam gelap,”
ujar Pan-Pan.
Dipo
berpikir sejenak setelah mendengar ucapan sahabatnya. Dipo memeluk sahabatnya
dan mengucapkan terima kasih. Dia membawa hadiah berharga pulang ke rumah.
Sesampainya
di rumah, Dipo memeluk Ayah dan Ibunya. Mengucap maaf dan terima kasih. Dipo
pun membawa album foto tersebut ke dalam kamar dan mulai menuliskan liburannya.
***
Senja
pertama kembali ke Sekolah, Dipo sudah gugup dengan cerita liburannya.
“Ayo,
siapa yang akan pertama kali maju berbagi cerita tentang liburannya?” kata Bu
Guru.
Dipo
mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Setelah dipersilahkan Bu Guru, akhirnya
Dipo maju ke depan kelas.
Dipo
pun mulai menceritakan rencana terjaga di pagi hari selama liburan, kegagalan
pertamanya ketika membaca buku, kegagalan keduanya ketika bermain congklak dan
catur bersama Ayah, dan kegagalan-kegagalan selanjutnya. Ada kalanya
teman-temannya tertawa mendengar ide lucu Dipo untuk melawan kantuk. Dan ada
kalanya teman-temannya terkagum-kagum dengan ide Dipo.
“Liburan
ku melukis indahnya pagi, gagal teman-teman. Tapi sahabat ku telah melukiskan
indahnya pagi melalui hadiahnya,’ ujar Dipo, “Mungkin aku hanya akan bisa
melihat indahnya malam, tapi tetap akan selalu seindah pagi. Karena itulah
kebesaran Ilahi yang harus kita syukuri. Di saat makhluk lain buta akan
gelapnya malam, justru kita bangsa kelelawar bisa terbang dengan tenangnya
tanpa menabrak apa pun. Tanpa bisa tersesat,” tambah Dipo.
Setelah
Dipo bercerita semua teman-teman bertepuk tangan, memberi Dipo penghargaan atas
ceritanya yang hebat. Mulai senja ini Dipo tidak akan iri dengan makhluk lain,
karena kini Dipo sadar bahwa dirinya juga istimewa.
***
"Nah, bagaimana ceritanya? Seru kan." Aku menutup cerita dengan mencoba berdiskusi dengan mereka.
"Iya, Bun! Besok lagi ya," celetuk Lula.
"Boleh! Tapi inget ya ... cerita barusan mengajarkan apa aja hayo?"
"Boleh! Tapi inget ya ... cerita barusan mengajarkan apa aja hayo?"
Shahia nampak berpikir keras, Lula hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Jadi, kita tidak boleh memiliki sifat iri dengan orang lain. Dan ... harus selalu mencintai
diri sendiri, karena Allah menciptakan makhluk-Nya dengan keistimewaan
masing-masing."
Kedua putriku meanggukkan kepala tanda paham. Aku menutup buku, mengecup kening mereka dan meminta mereka membaca doa sebelum tidur.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat dan mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.
Salam kenal,
Hessa Kartika