Monday, December 2, 2019

#3 : Agenda Nobar Anti-mainstream





Apabila ingin menumbuhkan kecerdasan finansial pada anak, berarti hal ini merujuk pada sebuah proses. Menumbuhkan itu dilakukan ketika masih kecil. Jadi tidak perlu menunggu anak sudah besar baru kemudian dikenalkan tentang kecerdasan finansial.

Banyak yang memahami bahwa kecerdasan finansial identik dengan menabung, berhemat dan tidak boros. Padahal sebenarnya tidak sebatas itu saja. Karena kalau hanya aktivitas menabung saja, anak-anak sudah dapat melakukannya. Namun lebih kepada menumbuhkan kepedulian kepada sesama, adanya rasa menghargai kerja keras, hasil karya diri sendiri maupun orang lain. Sehingga anak tidak mudah minta ini itu, beli ini itu serta mencela hasil kerja keras orang lain.

Kecerdasan finansial merupakan proses pembelajaran pengendalian diri, sehingga akan berpengaruh pada perilaku mandiri dan pola pikir bijaksana pada usia dewasa. Aku menggunakan beberapa cara untuk menumbuhkan kecerdasan finansial pada anak, yaitu:

1. Memahamkan anak tentang berbagai kebutuhan sehari-hari sesuai fase perkembangannya.

Kebutuhan masing-masing keluarga tentu berbeda-beda. Sebelum memberikan pemahaman, orang tua perlu memahami terlebih dahulu fase perkembangan anak. Sehingga dapat memberikan penjelasan yang tepat sesuai usianya.


2. Memahamkan anak mengenai perbedaan keinginan dan kebutuhan.

Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi, ada atau tidak ada uang. Misalnya, kebutuhan makan.

Sedangkan keinginan adalah sesuatu yang pemenuhannya bisa ditunda. Tidak harus sekarang. Oleh karena itu, jika anak menangis meminta dibelikan sesuatu, pahami terlebih dahulu apakah itu kebutuhan atau hanya keinginan. Pemahaman bisa dilakukan dengan memberikan pengertian yang baik kepada anak. 

Dan yang utama adalah memberikan contoh dengan memulai dari diri sendiri. Mengendalikan diri jika ada diskon, dan mampu berkomitmen hanya membeli barang yang dibutuhkan ketika belanja bersama anak.


3. Melibatkan anak dalam mengelola kebutuhan keluarga.

Misalnya saat aku mendapatkan penghasilan dari ngajar. Aku selalu bercerita bahwa uangnya akan dialokasikan untuk kebutuhan rumah tangga dan keluarga. Seperti, membayar listrik, air, biaya sekolah, membeli buku untuk mereka, dan sebagainya. Jadi anak-anak aku libatkan dan tahu apa saja alokasi dana yang dimiliki orang tuanya. Aku pun tidak pernah lupa memasukkan kebutuhan anak-anak dalam daftar tersebut. Sehingga mereka akan merasa kebutuhannya juga diperhatikan.


4. Memberi kepercayaan anak untuk mengelola uang saku.

Aku mulai mengganti istilah penggunaan istilah uang jajan dengan uang saku. Karena aku merasa akan berpengaruh pada persepsi yang dimiliki anak. Uang saku adalah uang yang dapat dikelola penggunaannya, sedangkan uang jajan digunakan untuk membeli jajan dan bersenang-senang.

Latihan pengelolaan keuangan, aku mulai dengan memberikan uang saku pada Kak Aksan dan Shahia satu minggu sekali. Nah, untuk menerapkan hal ini aku memang harus dapat bersikap tega dan konsisten. Karena di awal prosesnya, terkadang uang saku satu minggu bisa mereka habiskan hanya beberapa hari saja. Jika hal seperti itu terjadi, aku pun membiarkan mereka belajar merasakan konsekuensinya.


5. Mendampingi anak secara bertahap, ajarkan, buat kesepakatan, contohkan dan konsisten.

Pemberian uang saku aku ikuti dengan penjelasan bagaimana alokasinya. Sehingga anak-anak memiliki gambaran bagaimana menggunakan uang sakunya. Bisa untuk membeli jajan, membeli perlengkapan sekolah yang rusak, dan menabung.

Dengan diberi kepercayaan untuk mengelola uang saku, harapanku mereka akan berpikir ulang dalam menggunakan uangnya. Dan jika menginginkan sesuatu anak-anak akan berpikir bagaimana mendapatkan uang, misalnya berjualan. Sehingga tidak mudah minta uang pada orang tua. 


6. Memberi kesempatan anak untuk salah.

Apabila jatah uang saku anak seminggu namun dihabiskan dalam tiga hari, memarahi anak bukanlah hal yang tepat ternyata. Aku memilik memberikan senyuman, mengajak bicara dan mencari tahu bagaimana penggunaan uangnya. Aku membiarkan mereka menceritakan dengan leluasa tanpa adanya tekanan. Kesalahan yang diperbuat anak bisa jadi memberikan pelajaran yang berharga.


7. Evaluasi dan lanjutkan proses belajar.

Setelah anak-anak melakukan kesalahan, aku berusaha mengajak mereka berkomunikasi dengan asik. Kemauan anak bercerita dengan jujur padaku sebagai orang tua jauh mereka lebih penting daripada berfokus pada kesalahannya. Dengan begitu, evaluasi bersama akan dapat dilakukan. Aku biarkan anak-anak menemukan solusi dan apa yang seharusnya dilakukan agar kesalahan tidak terulang kembali.


8. Anak berhak dan wajib berkontribusi dalam pembiayaan event keluarga.

Misalnya untuk acara liburan bersama yang sudah direncanakan jauh hari. Aku mendiskusikan bersama akan pergi ke mana, dana yang dibutuhkan. Aku pun mengajak anak-anak untuk berkontribusi sesuai kemampuannya demi mewujudkan liburan bersama tersebut. 


9. Apresiasi keberhasilan anak walaupun kecil.

Dengan memberikan apresiasi anak akan termotivasi memperbaiki untuk menghasilkan keberhasilan yang lebih besar.


10. Ganti kritik dengan evaluasi bersama.

Evaluasi bersama akan menstimulasi anak-anak untuk menemukan solusi dan kesepakatan untuk menjadi lebih baik lagi.



Kali ini aku melibatkan anak-anak menentukan family time. Anak-anak memilih nonton, Kak Aksan memilih nonton di hari senin, dengan pertimbangan harga tiket lebih murah. Shahia dan Aksan mulai berdiskusi apa saja yang akan dibeli dan ikut berkontribusi membayar belanjaan mereka, seperti pop corn dan camilan lainnya.

Ternyata, stimulasi kecerdasan finansial bisa dimulai sejak dini. Terutama jika anak sudah minta dibelikan sesuatu, artinya anak sudah mengerti tentang uang. Sehingga mulai dapat distimulasi kecerdasan finansialnya. Saat anak beranjak di bangku sekolah, yang terpenting adalah menanamkan jiwa entrepreneurship. Apabila anak menginginkan sesuatu tidak harus beli tapi bisa dicoba untuk membuatnya sendiri bersama orang tua.

Kunci utama dari keberhasilan pengasuhan anak adalah adanya teladan. Begitu juga saat ingin menumbuhkan kecerdasan finansial pada anak. Kita sebagai orang tua harus belajar dan dapat mengendalikan diri.

Memilah mana yang menjadi kebutuhan dan keinginan. Melalui contoh akan lebih mudah bagi anak untuk memahami dan menerapkannya. Selain itu, memberikan kesempatan dan kepercayaan pada anak untuk mengelola keuangannya sendiri. Jikalau anak melakukan kesalahan, tanggapi dengan senyum dan bantu anak untuk belajar dari kesalahannya.


No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat dan mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.


Salam kenal,


Hessa Kartika