Sunday, April 28, 2019

Siapkan Anak Mengikuti Jejak Rosulullah part #4

April 28, 2019 0 Comments
Pendidikan dalam Islam mengajarkan untuk mendidik anak secara mandiri dengan mengatur anak secara jarak jauh, maksudnya tidak selalu berada di dekat anak dalam konteks pengasuhan dan pendidikan.

Sesungguhnya Allah sudah berjanji bahwa DIA tidak akan membebani seorang hamba melebihi kemampuannya. Demikian halnya dalam mendidik kemandirian anak, sesungguhnya tidak ada yang sulit jika berpedoman pada firman-Nya serta sunnah Rosul-Nya.

Menurutku, kemandirian serta kebebasan yang bertanggungjawab merupakan dua unsur penting pembentuk generasi muda yang mandiri. Dalam arti mampu menyelesaikan urusan personalnya dengan kemampuannya sendiri.

Rosulullah membiasakan anak-anak mengemban tanggung jawab. Atas dasar itu, aku menyimpulkan pada usia 11 tahun, Aksan yang memang masuk usia pra remaja secara fitrah akan semakin sadar diri dan semakin fokus pada diri sendiri.

Pada usia ini tidak mengapa anak dibiasakan membersihkan meja makan, tidak mengapa juga jika ia diberi tanggungjawab membereskan kamarnya menjelang tibur dan setelah bangun tidur.

Harapanku, kelak Aksan akan menjadi penolong dan ringan tangan membantu orang lain, karena sudah terbiasa membantu bundanya sejak usia pra remaja.

Rosil bersabda : "Bermain-mainlah dengan anakmu selama seminggu, didiklah ia selama seminggu, temanilah ia selama seminggu pula, setelah itu suruhlah ia mandiri." (HR. Bukhari)

Dari hadist tersenut menunjukkan bahwa orang tua memiliki andil yang besar dalam mendidik kemandirian anak. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mendidik kemandirian memang harus setahap demi setahap.

Rosul sangat memperhatikan tumbuh kembang anak yang terkait dengan potensinya. Baginda Rosul senantiasa membangun sifat percaya diri dan mandiri pada anak, agar ia bisa bergaul dengan berbagai unsur masyarakat yang selaras dengan kepribadiannya. Nah, dengan demikian tentunya anak akan bisa  mengambil hikmah atau manfaat dari pengalamannya, menambah keyakinannya terhadap Allah sehingga hidupnya menjadi bersemangat dan keberaniannya bertambah.  Anak menjadi tidak manja. Karena, pada akhirnya nanti, masing-masing kita lah yang dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita perbuat di dunia, sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Mudasir : 38.

“tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya.

Siapkan Anak Mengikuti Jejak Rosulullah part #3

April 28, 2019 0 Comments



Masih bicara tentang melatih kemandirian anak, dan pekan ini, tokoh utama adalah si sulung, Aksan.

Tema pekerjaan rumahtangga masih kuusung dengan tujuan supaya Aksan terbiasa melakukan hal-hal yang memang juga dikerjakan oleh Rosulullah. Mengenalkan kemudian mengamalkan, dengan penuh kesadarannya.

Aksan di usia 11 tahun, menurut ilmu psikologi ada dalam tahapan memberikan intervensi psikososial dan emosional. Dan untuk meningkatkan kemandiriannya, anak harus diberi tugas yang harus dia selesaikan. Memberi pujian terhadap sikap kooperatifnya juga akan meningkatkan motivasi anak untuk lebih mandiri.

Tiga hari berada jauh dari anak-anak tak membuatku khawatir. Kakak tetap melaksanakan tugas-tugas yang tertulis dalam jadwal harian dan mengirimkan foto aktivitas tersebut padaku.

Allah mencintai kebersihan dan keindahan, itulah yang selalu aku jadikan senjata utama dalam konsep menanamkan kemandirian "membersihkan rumah" mulai dari beberes tempat tidur hingga membereskan rumah, seperti menyapu dan mengepel lantai. 

Alhamdulillah ... Lega rasanya, Allah memahamkan Aksan tentang kemandirian.


La hawla wala quwata illa billah ...


Friday, April 26, 2019

Siapkan Anak Mengikuti Jejak Rosulullah part #2

April 26, 2019 0 Comments
Mendidik kemandirian anak memang tak bisa instan, harus kontinu dan konsisten.
Target utamaku pekan ini masih si kakak pertama, Aksan.

Hari ini, aku ada agenda menghadiri rakernas ALISA Khadijah ICMI di Bekasi. Sementara meninggalkan genk krucilsku adalah sebuah keharusan. Tentunya, semua menjadi lebih betumpu pada si tertua. Dia bak komandan dadakan yang mendapat mandat mengambil alih pimpinan selama bundanya tidak di rumah.

Membekalinya semangat, memahamkan posisinya sebagai leader serta membuarnya bahagia adalah hal utama dan pertama sebelum diriku berangkat ke luarkota.

Dan, kami pun "ngedate" nonton The Avengers yang baru saja dirilis di bioskop. Yess ... Kakak bahagia akan menjaga adiknya dengan bahagia juga bukan? Itulah alasanku ngedate hanya berdua dengannya, memberinya lebih banyak ruang untuk bersama bundanya. Meyakinkan dirinya bahwa aku menyayanginya. Dan kuselipkan di saat kami makan siang beberapa petuah tentang kemandirian.

Mengulang kembali apa yang perlu ia teladani dari Rosulullah. Kali ini, aku memberikan dia tantangan untuk mencoba mencuci baju dengan mesin cuci. Namun, aku mengajarkan juga, saat mengucek tetap menggunakan tangan.

Semata-mata bukan hanya untuk meneladani Rasulullah, tetapi juga aku berharap Aksan lebih menghargai pekerjaan oranglain terkait mencuci pakaian, bahwa itu bukan hal sepele!

Setelah teori-teori bab mencuci kucurahkan dalam kalimat-kalimat sederhana di meja makan siang sebuah restoran. Kami pun sepakat bahwa sesampainya di rumah, dia akan langsung mempraktekkan.

Daaan ... Yap! Aku berhasil.
Alhamdulillah ...




"Ternyata capek ya, Bun."

"Hmm ... Begitulah, Kak. Tapi kalai ngerjainnya dengan bahagia, ga capek kok."

Alhamdulillah, satu lagi pelajaran yang sudah kakak pahami hari ini. Semoga kelak kakak selalu menghargai siapapun yang mencuci pakaian. Dan yang lebih utama, Aksan memiliki semangat meneladani Rasulullah yang tidak segan dan tidak enggan melakukan pekerjaan rumah tangga.



Thursday, April 25, 2019

Siapkan Anak Mengikuti Jejak Rosul Part #1

April 25, 2019 0 Comments
Mendidik anak untuk mandiri, buatku bukan sekadar bertujuan agar dia mampu mengerjakan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Akan tetapi lebih pada tujuan sebagai laki-laki, Aksan juga meneladani dan mengkuti jejak Rosulullah. Salah satunya adalah mendidik Aksan agar terbiasa melakukan beberapa pekerjaan rumah. Sehingga kelak ketika dia dewasa, menjadi suami, Aksan telah siap siaga membantu istrinya dalam mengerjakan pekerjaan rumah.

Pandangan umum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia saat ini, menyapu, mencuci, mengepel dan berbagai pekerjaan rumah lainnya adalah tugas istri, sedangkan suami hanyalah bekerja mencari nafkah materiil. Hal inilah yang kemudian menimbulkan para lelaki enggan turun tangan mengerjakan pekerjaan domestik tersebut.

Padahal dalam beberapa riwayat dikisahkan bahwa Rosulullah melakukan pekerjaan rumah tangga.

Dikutip dari bincangsyariah, hal ini tercantum dalam hadis riwayat Tirmidzi.
" Tidaklah beliau itu seperti manusia pada umumnya, beliau menjahit bajunya, memerah kambing dan melayani dirinya sendiri."
Rasulullah memperlakukan para istrinya setara. Selain itu, Rasulullah juga mementingkan bagaimana hubungan pria dan wanita dalam rumah tangga adalah saling membantu.
Hal ini diperkuat dengan hadis riwayat Bukhari.
" Dari Al Aswad, ia bertanya pada Aisyah, 'Apa yang Nabi lakukanlakukan berada di tengah keluarganya?' Aisyah menjawab, 'Rasulullah SAW biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu sholat, beliau berdiri dan segera menuju sholat'."
Meneladani kisah tersebut, aku menjadi semakin bersemangat untuk mendidik anak lelakiku untuk meneladani Rasulullah. 
Berbekal tujuan membumikan sunnah, aku juga belajar secara psikologis, di usia Aksan saat ini, materi apa yang sekiranya sesuai dengan masa tumbuh kembangnya.
Mengutip ulasan pakar perkembangan anak dari Today.com Dr. Deborah Gilboa, ada beberapa tahapan agar anak bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangganya sendiri.
Aksan yang saat ini berusia 11 tahun, mendidik kemandirian dengan cara manfaatkan kemampuan anak untuk menangani pekerjaan dengan tahapan.
Menurut Gilboa, tahap ini membutuhkan waktu untuk belajar tetapi bagus untuk mengasah kemampuan perencanaan dan pemecahan masalah mereka.
Semakin mantap, diriku menyusun rencana sepekan ini, mengasah kemandirian Aksan dalam mengerjakan pekerjaan domestik.

Dan, yang terpenting adalah kontinuitas serta konsistensi dalam mengasah kebiasaan tersebut. Maka, aku susun jadwal harian untuk Aksan, mencakup waktu sholat, belajar, bersantai, serta pekerjaan domestik apa saja yang harus dia kerjakan.

Alhamdulillah, dengan membekali dia motivasi bahwa Rosulullah juga melakukan hal demikian, sehingga apa yang dia lakukan adalah menjalankan sunnah Rosul. Bukan semata-mata membantu bundanya, namun juga dalam rangka meneladani Baginda Nabi, Aksan pun menjadi lebih bersemangat. 

"Ada berlipat-lipat pahala loh, Kak." Aku menjelaskan padanya.

"Kok bisa? Beneran, Bun?"

"Iya dong, pahala karena membantu Bunda. Dan juga pahala meneladani kebiasaan Rosulullah."

Dan dia pun tersenyum bahagia. 

"Semangat ya, Kak!"

"Oke, Bun!"

MasyaAllah nikmat manalagi yang bisa aku dustakan, jika mengajarkan anak kemandirian juga bisa sejalan dengan mengajarkan anak untuk meneladani Rasulullah?



Saturday, April 20, 2019

BUKAN KELAS BIASA

April 20, 2019 0 Comments
Komunikasi Produktid mungkin bukan hal baru. Secara teori, komunikasi produktif sudah lama aku pelajari, bahkan juga diaplikasikan dalam dunia kerja.

Aku pernah bekerja di ranah publik, masuk di divisi HR yang memang erat terkait dengan hal-hal yang berkutat dengan hubungan antar personal maupun inter personal.

Dalam kehidupan pribadi, menjadi ibu tunggal juga menuntutku untuk belajar lebih banyak hal terkait komunikasi produktif dengan ketiga buah hatiku. Bahkan dari berbagai sumber baik literatur maupun sumber pengalaman dari banyak orang.

Secara teori, memang betul bahwa komunikasi produktif bukan hal baru buatku. Akan tetapi, belajar bersama di kelas Bunda Sayang tetap memberikan kesan yang berbeda. Di kelas ini, level #1 : Komunikasi Produktif, tidak hanya belajar teori, namun kami harus membuktikan aplikasinya dalam keseharian. Dan kemudian menceritakan penerapan komunikasi produktif tersebut dalam sebuah narasi.

Menantang? Tentu saja!
Karena tak jarang, aku yang memang sudah membiasakan diri menggunakan komunikasi produktif pada ketiga krucilsku tetap saja kewalahan. Terkadang (meski sudah sangat jarang, mencuat tanduk dari kepalaku, pertanda percik-percik emosi membuncah). Dan saat itu benar-benar menguji "bagaiamana diriku bisa menerapkan teori komunikasi produktif tersebut".

Tak hanya itu, tantangan berikutnya tentunya juga terkait dengan "setoran" yang acapkali aku lupa submit. Sudah kelar nulis pengalaman hari itu, tapi lupa submit link setoran, alhasil diriku masuk kategori "late" atau terhitung "rapel".

Memalukan?
Bagiku tidak. Karena point terpenting buatku bukan lagi "reward" dari manusia, akan tetapi lebih fokus pada reward dari Allah saja. Bukan berarti tidak mengapresiasi teman-teman yang mendapatkan penghargaan atas kekonsistenannya mereport tantangan tiap hari tanpa rapel, aktif dan sebagainya, bukan itu juga pointnya.
Aku lebih menerapkan pada diri sendiri, bahwa penilaian Allah lebih penting. Bukan seberapa banyak tantangan yang aku tulis dan setorkan, akan tetapi aku lebih menggali pada diri sendiri, seberapa berkualitaskah komunikasiku dengan ketiga amanah Allah tesebut. Dan seberapa banyak aku menerapkan teori komunikasi produktif dalam keseharianku membersamai mereka.

Kelas Bunda Sayang Jateng #5 ternyata bukan kelas biasa. Bertabur artes-artes yang menerima award atas prestasi dan pencapaian mereka... Luar biasa...

Cemburu?
Tidak sama sekali! Justru aku merasa sangat bersyukur berada dalam kelas tersebut. Letupan semangat serta cipratan antusias untuk saling mendukung membuatku berkali-kali bersyukur atas izin Allah, diriku menjadi bagian dari mereka. Meskipun tidak penerima penobatan apapun, tapi aku tetap fokus pada niat Lillahku. Biarlah Allah nantinya yang mmeberiku award... wkwkwkwkwk...

1 bulan yang tak terasa sebenarnya telah berlalu, next naik ke level #2, semoga Allah senantiasa memudahkan dan melancarkan urusanku. Aamiin Allahumma Aaamiin...


#aliranRasaBunsayLevel1
#AliranRasaKomunikasiProduktif
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional




Thursday, April 11, 2019

TERGUYUR DOA, TERBALUT JANJI

April 11, 2019 0 Comments
"Bundaaaaa, selamat ulang tahun." Teriakan kompak dari kedua krucilku pagi itu membuat awal hariku haru. 


Kupeluk kedua amanah titipan Allah dengan haru. Air mata menitik karena bahagia, anak-anak mengingat hari lahir bundanya, bahkan memberikan surprise ala kadar ala mereka, yang nyatanya sukses membuatku terkesima.


Alhamdulillah ... terimakasih Ya Rabb, Engkau titipkan amanah yang begitu menyayangi hamba.


"Bunda berarti minta kado boleh dong ya?" tanyaku memecah suasana syahdu di antara kami bertiga, yaaa bertiga aja, aku, Kak Aksan dan Kak Shahia, Lula kemana? Masih teler melingkar di kasur.


"Bunda mau kado apa? Jangan yang mahal-mahal." Jawab Aksan polos.


Aku terkekeh sesaaat. "Gak mahal kok, ga pake uang malah."


"Apa tuh?" Shahia mulai kepo.


"Bunda minta dikadoin suasana damai aja. Kakak-adik saling menyayangi, saling membantu. Yang akur, yang kompak. Bicaranya yang lembut dan ramah, No teriak-teriak. Boleh ya dikado janji?"


"Hmmm ... insyaAllah Bunda. Tuh, Shah, dengerin Bunda. Janji yuk kita," Aksan memberi komando sambil menyodorkan kelingkingnya di depan Shahia, adiknya.


"Oke Kak. Kakak juga, kalau ngomong sama Shahia yang pelan aja. Kalau minta tolong yang sopan kaya kata Bunda. Pake kata "tolong" gitu loh." Shahia menjawab antusias.


Fix clear mereka memberiku kado "Sebuah Janji".


Tak berhenti di situ syukurku, di ruang virtual, ternyata ratusan sahabat mengguyurku dengan doa-doa indah. MasyaAllah ...


Aku speechless dibuatnya. Semoga Allah kabulkan doa-doa indah yang membajiriku hari ini, semoga Allah ijabah sisa usiaku bermanfaat dan berkah. Aaamiin Allahumma Aamiin.


Jazzakumullah khoiron katsiro geeeenkkssss.... ga bisa aku sebutin satu per satu.


Pasukan Pejuang Literasi, Ibu Profesional Semarang, Kelas Matrikulasi batch #7 Semarang, Tim dapur KIP Publishing, Temen-temen Komunitas Kesehatan Islami, bahkan sahabat-sahabat masa sekolah, kuliah, seperjuangan dalam dunia tulis menulis dan lain sebagainya....


Terimakasih, xie xie, gumowa, arigato gozhaimashu, mercy, thankyou, syukron katsiro atas guyuran doanya.


Fix hari ini terguyur doa dan terbalut janji. Doa dari ratusan sahabat solih-soliha, dan terbalut kado, janji krucilku untuk lebih saling menyayangi satu sama lain.


Allah Maha Mengabulkan semua doa hamba-Nya. Aaamiin ...


#jurnalSyukur

MENEPATI JANJI

April 11, 2019 0 Comments

"Sayang, Bunda mau tanya. Anak pinter itu yang seperti apa sih?"

"Anak pinter itu kaya Lula," jawabnya penuh percaya diri dan membuatku nyaris terbahak.

"Ah, masa? Lula pinter ya? Kaya gimana pinternya sih?"

"Lula itu nurut sama Bunda, ga rewel, terus kalau diajak ngaji ga minta pulang-pulang."

"MasyaAllah, bener anak Bunda pinter! Hmm... kalau anak hebat kaya gimana? Adek tahu ga, hayooo?"

"Kaya Lula juga!" Celetuknya tak berkurang rasa percaya diri.

"Ohya? Lula anak hebat juga ternyata ya. Anaka hebat itu ngapain aja sih, Sayang?"

"Kalau Lula abis mainan, beresin mainannya. Emmm, kalau mandi terus keramas enggak nangis. Itu lo Bun, anak hebat."

"Waaaaah, masyaAllah hebat beneran kesayangan Bunda ini. Anak pinter dan anak hebat, kalau pinter dan hebatnya tambah, minta hadiah ga ya?"

"Lula bole minta naik mobil-mobilan yang bisa nyanyi? Sama naik kereta-keretaan yang ada lagunya itu lo Bun. yang di jauh itu lo..."

#kata di jauh ini dia gunakan kalau dia ga tau persis nama tempatnya. 

"Boleeeeeeh dooong! Tapi janji dulu, hari ini harus makin hebat dan makin pinter."

"Oke Bunda." Matanya berbinar sambil mengaitkan kelingkingnya di kelingkingku.


***

Daaaan, sesuai janji, di akhir pekan lalu, saat keuda kakaynya libur sekolah, dan aku tidak ada kegiatan urgent, kutunaikan janjiku.

Melihat mereka tersenyum, bahkan tertawa, ada setumpuk rasa yang membuncah. Menepati janji yang dibuat dengan anak-anak, akan mengajarkan mereka untuk "percaya pada orangtuanya". Membuktikan bahwa "perkataan orangtua bukan sekadar omong kosong". Dalam hal apa pun, sebagai orangtua tidak boleh "mempermainkan kepercayaan anak.

Anak yang berbohong, bisa jadi belajar dar orangtuanya yang mungkin menganggap janji-janji keci dengan anak-anaknya tidak berarti, sehingga tidak menepatinya. Menganggap janji itu remeh dan tak penting, sehingga tidak perlu menunaikan janji tersebut. 

Belajar dari fakta bahwa anak adalah "peniru ulung", aku selalu berupaya menjaga dan menghargai diriku sendiri dengan selalu menepati janji kepada anak-anakku. Semoga anak-anakku tumbuh menjadi insan yang amanah, menjaga dan selalu menepati janji, terutama janji kepada Allah. Janji manusia kepada Tuhan-nya, beribadah dan senantiasa taat kepada-Nya. Aamiin Allahumma Aamiin.




#hari15
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional








BERCERITA PENGALAMAN

April 11, 2019 0 Comments

"Bun, ini kan hari Kamis. Besok Sabtu Bunda ada kerjaan gak?" Si centil Shahia mulai bertanya, mamak mulai curiga. Wkwkwkwkwkw... #alamatSiapSiapIsiDompetTerkuras

"Emangnya kenapa, Nak?"

"Itu... kita kan udah lama ga main. Main ke mana gitu bun, yang asik. Di taman apa gitu Bun."

"Uhm... nanti bunda pikirin dulu deh ya. Eh liat foto ini, Sayang. Shahia inget gak ini di mana?"
Aku menyodorkan gawaiku padanya. Terlihat sosoknya mengenakan topi, naik sepeda dengan bunga-bunga di bagian keranjangnya.

Dia mulai tersenyum, sambil mengingat momen itu. 

"Coba inget ga ini di mana? Ngapain kita di sana?"

Dahinya mengkerut, dia nampak serius. "Oooo ya ya ya, ini kan foto yang waktu kita sama temen-temen bunda itu kan ya. Ada kakak-kakak gitu njelasin apa bun... sejarah apa bun..."

"Sejarah kota Semarang, Sayang. Hu um ini kita dengan temen-temen bunda, yang Ibu Profesional."

"Bukan temen-temen bunda yang penulis-penulis itu ya Bun?"

"Bukan, Sayang. Tapi beberapa tante yang ikutan kemaren itu juga ada yang penulis, nulis buku bareng sama bunda juga. Hayo, kita di taman apa itu namanya? Terus kita ngapain aja? Cerita dulu ah, masih inget ga?"

"Uhm... kita ke gereja, baguuuusss ya Bun di dalamnya ada alat musik yang kata kakak-nya langka. Terus jalan-jalan, keliling-keliling kota lama ya Bun?"

"Iya, itu namanya Gereja Blenduk. Kita kemarin istirahat di Taman Srigunting, yang ada orang pura-pura jadi patung itu loh. Shahia juga foto naik sepeda ini di taman itu. Zaman dulu, gedung yang ada di deket taman Srigunting itu mall-nya kota Semarang, Sayang. Pasar modern pertama, kaya belanja di Alfa, Indo, Intan, ADA, Aneka gitu loh. Ngambil barang sendiri, lalu bayar di kasir. Swalayan istilahnya. Asik gak sih belajar sejarah?"

"Oh gitu ya Bun. Hmmm.... Shahia suka jalan-jalannya doang, hehehehe...."

"Hehehehe, gapapa Nak, sekarang belajar kenal dengan bangunan tua-nya dulu aja. Besok lain kali belajar sejarah lagi, semakin Shahia besar, akan semakin paham. Nah, besok mau main ke sana lagi?"

"Assiiiikkk... Mau Bundaaaa..."

***

Shahia sudah bisa bercerita tentang pengalaman serunya beberapa bulan silam. Alhamdulillah, selain melatih daya ingatnya, mencoba menggali seberapa dalam Shahia menyukai sejarah. Dan ternyata, dia memang belum paham. Wkwkwkwkwk ....

Tak apalah, namanya juga bocah, saat itu belum genap berusia 7 tahun. 





#hari14
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional

Tuesday, April 9, 2019

Tepati Janji, Mengikat Hati

April 09, 2019 0 Comments



"Nak, Bunda mau ke Solo. Tapi mohon maaf, ga bisa ajak Kakak Aksan, Kak Shahia dan Lula. Gapapa ya?"

"Yaaaa.... Bunda kok perginya sendiri."

"Iya Nak, maaf ya. Nanti Bunda pulang dari Solo, kita main deh ya..."

"Oke deh kalau gitu."

"Kak Shahia mau ke mana?"

"Lula mau beliin jajan Bun," bungsuku menyela dengan gaya bicaranya yang memang masih lucu.

"Jajan apa, Nak?"

"Permen boleh?"

"Permen apa?"

"Permen yang kaya di fotonya Kak Aksan pas masih kecil itu lo Bun." Lalu dia berlari kecil menuju rak yang berisi album foto dan menunjukkan foto Aksan, kakaknya, yang sedang mengulum lolipop!

Aku terkekeh. Lula, gadis kecilku itu menambahkan argumen untuk menguatkan keinginannya.

"Lula enggak pilek, enggak batuk juga, jadi boleh kan Bun makan permen kaya gini? Nanti Lula gosok gigi kok kalau permennya udah habis."

Aku makin tergelak dibuatnya. Shahia dan Aksan pun ikut tertawa.

"Dasar ini anak pinter Bun ngerayu Bunda." Aksan menimpali Lula sambil tertawa.

"Oke deh, boleh. Gosok gigi ya abis maem permennya besok. Berarti Bunda ke Solo sendiri diizinkan ya, Bunda kerja dulu. Besok kita jalan-jalan dan beli permen lolipop! Ini namanya permen lolipop ya Sayang."


***

Nyatakan keinginan kita, dengarkan keinginan mereka lalu tepati jika sudah terikat janji, demikian yang aku lakukan untuk mengikat hati kami.

MasyaAllah sesimpel itu mengikat bonding dengan anak-anak....



***


#hari13
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional

BELAJAR LEBIH RAMAH

April 09, 2019 0 Comments


"Shah, ini diberesin!" Aksan dengan nada arogan memberikan instruksi pada adiknya.

Dengan cemberut, Shahia menuju mainan yang berserakan di lantai. 

"Ini tu bukan Shahia yang mainan! Tapi Nayura!" Lalu dia berteriak ke arah adiknya. "Luuuuuuuulllll, beresin!!!!"

Aaaahhh, berantai teriakan-teriakan di dalam rumah, membuatku jengah.
Astaghfirulllah ... tarek napas panjang, menetralisir "sesuatu yang hendak memercik", akal sehat harus tetap menguasai diri... Bismillah ....


"Kak Aksan, Kak Shahia, Lula, sini semua, Bunda mau bicara." Dengan nada datar, dan kubuat sewajar mungkin aku memanggil ketiga anakku.

Ketiganya berpandangan dengan wajah "semi takut". 

"Bunda mau tanya, mulut yang mengeluarkan suara ini dari siapa? Kira-kira milik siapa?"

"Dari Allah, Bun," si sulung Aksan menjawab.

"Lalu, kalau dari Allah dan milik Allah juga, berarti kita ini cuma dititipin. Bener kan ya? Nah, kalau kakak dititipin barang harusnya dijaga kan? Menjaga mulut ya dengan menggunakannya berkata yang baik-baik dan dengan cara yang baik-baik. Kalau teriak-teriak, kira-kira baik ga?"

"Gak, Bun." Aksan menunduk lesu.

"Yuk, belajar menegur lebih ramah, dengan bahasa yang lebih lembut. Berhenti teriak-teriak. Kakak neriakin Shahia, Shahia neriakin Lula, Lula nangis. Ga ada habisnya. Bunda akhirnya juga bisa jadi ikutan jengkel dan bisa jaid juga nanti marah-marah. Betul kan? Ga enak kan?"

"Iya, Bun." Kini Shahia yang ganti bersuara.

"Nah, yuk mulai sekarang, biasakan berkata ramah. Kaya foto kita yang ini loh, semuanya senyum. Mulut kita ini miliknya Allah, kalau Allah ga suka karena kita ga menjaga dengan baik, mulutnya diambil gimana coba? Kita ga bisa bicara, ga bisa ngeluarin suara, ga bisa tertawa... Nauzubillah."

"Iya Bun, Kakak belajar lebih baik lagi."

"Yuk, maaf-maafan dulu." Aku mengakhiri ceramah hari ini.



****


#hari12
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional


TENTUKAN PILIHAN, SIAP KONSEKUENSI DILAKUKAN

April 09, 2019 0 Comments


"Bun, hari libur nanti main yuk, ke mana gitu..." Shahia memberi usulan. Dia ini memang tipe explorer.

"Main ke mana ya enaknya? Kasih usulan dong... Kak Aksan ada ide?"

"Uhm,... ke mana ya?? Bun, kalau ke Lawang Sewu aja gimana?"

"Lawang Sewu itu mana sih Kak?" tanya Shahia kepada Aksan.

"Itu lo, Shah, yang dulu kita juga udah pernah ke sana. Yang pintunya banyak. Abis dari Lawang Sewu, ke mall gitu Bun, makan siangnya di mall. Hehehehe..."

"Waaaa seruuuu tuh ya Kak, Shahia mauuu ah Bun!"

"Oke, deal deh ya... ke Lawang Sewu, abis itu maem siang di mall. Cari tempat makan yang bagaimana hayooo?"

"Yang halaaaaaalll!!!" Keduanya serempak menjawab.

"Oke, berarti besok harus bangun pagi seperti kalau masuk sekolah. Beres-beres rumah bareng-bareng, lalu kita siap-siap ke Lawang Sewu!"


***

Alhamdulillah, komprod dalam hal menentukan pilihan kepada anak-anak, akan membuatnya berpikir kritis, tentang kenapa harus itu, dan beberapa alternatif lainnya terhadap pilihan tersebut.

Kita juga bisa menyisipkan untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak, bahwa setiap pilihan akan melahirkan konsekuensi, sehingga mereka juga harus siap bertanggung jawab terhadap konsekuensi atas apa yang mereka pilih.

MasyaAllah ... anak-anak sudah pinter memilih dan Allah memampukan mereka untuk memahami konsekuensi di balik pilihan yang mereka buat.





#hari11
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional

NAK, APA YANG KAMU INGAT?

April 09, 2019 0 Comments



"Kak, Bunda mau ngaji loh. Mau ikut?"

"Ngajinya di mana, Bun?"

"Di Green House. Inget gak yang di mana Green House itu?"

Shahia sedikit berfikir, dahinya berkerut. Lalu tiba-tiba senyumnya mengembang ....

"Shahia inget, Bun. Green House itu yang pas Shahia sama Kak Aksan ikut ngaji anak-anak kecil pas liburan puasa. Iya kan Bun?"

"Wii hebat masyaAllah masih inget kalau dulu ngaji di sana bareng temen-temen seumuran juga. Inget apalagi tentang Green House Nak?"

"Shahia juga belajar memanah Bun di sana. Kata Bunda sama Ustadz-nya yang ngajarin, memanah itu olahraga kesukaan Rosul ya Bun?"

"Iya, Nak. Itu olahgara sunnah yang disarankan Rosul. Memanah, berenang dan berkuda. Shahia pas dulu belajar panahan di sana seneng? Suka ga panahan? Berat ya Nak narik busurnya? Masih inget ga tuh rasanya memanah?"

"Inget Bun. Busurnya tu memang berat, tapi tu Shahia bisa lo Bun. Anak panahnya pas dilepas nempelnya di bunderan Bun. Kapan-kapan, panahan lagi ya Bun...."

"InsyaAllah, Sayang. Nah, ini jadi ikut Bunda atau di rumah sama Kakak?"

"Ikut ah..."


***

Menggali pengalaman anak ternyata seru. Kita bisa belajar tentang bagaimana anak bercerita pengalamannya, senangkah atau tidak nyamankah dengan pengalaman tersebut. Sejauh dan sedalam apa alam bawah sadarnya mengingat kenanngan atau pun pengalaman tersebuut juga bisa digali dari "bercerita pengalaman mereka".

Alhamdulillah ... anakku memiliki banyak memori indah tentang olahraga sunnah, panahan.




#hari10
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional


MASA ITU TELAH TIBA

April 09, 2019 0 Comments


Membersamai teman-teman di kelas matrikulasi IIP batch #7 regional Semarang selama 9 pekan adalah suatu pengalaman yang "uwooooww".

Bahkan dari mereka, aku belajar banyak hal. MasyaAllah ...

Curhatan yang mendekatkan kami secara personal, ungkapan kebahagiaan karena mereka merasa lega menumpahkan rasa, sesunguhnya bukan mereka yang berterimakasih, tapi aku!

Ya ... aku yang lebih berterimakasih kepada mereka atas segala hal yang mereka bagikan padaku. Belajar dari pengalaman kehidupan pribadi teman-teman bukanlah hal yang bisa didapatkan oleh semua orang bukan?

Dan ya ... Allah memberiku kesempatan untuk belajar bersama mereka, sekaligus amanah untuk mendengarkan mereka, bahkan tak jarang, diriku yang masuh fakir ilmu ini disambut hangat saat memberikan masukan, ide atau pun saran sebagai alternatif solusi untuk masalah yang mereka hadapi.

Bukankah jika kita bermanfaat untuk orang lain, sudah seharusnya aku yang berterima kasih? Karena tanpa mereka, apalah artinya dirku ini, menjadi tidak atau kurang bermanfaat bagi orang lain bukan?

MasyaAllah ... pengalaman 9 pekan begitu menggelora. Semangat belajar mereka pun melecutkan semangatku untuk lebih banyak belajar lagi ...

"Berubah atau kalah" sebuah ending penutup perkuliahan yang dianggap sangat nampol bagi semua mahasiswi matrikulasi IIP Regional Semarang.

Bersyukur atas banyak hal hari ini, terutama kesempatan menjadi fasilitator di batch #7 ini. Semoga perjumpaan kami dan kebersamaan kami selama 9 pekan ini mendapatkan ridho dan berkah dari Allah... Aaamiin Allahumma Aaamiin ....





#kelasmenulisonline
#kelompokF4
#saskia

#day21

Thursday, April 4, 2019

Revolusi Industri 4.0 ~ Pendidikan Karakter

April 04, 2019 0 Comments



Pendidikan sudah seharusnya menganut konsep "memanusiakan manusia" di mana dalam konsep tersebut, masing-masing individu fokus pada mewujudkan potensi diri, hingga memberikan manfaat bagi kehidupan bermasyarakat. 

Pendidikan menjadi alat kebijaksanaan manusia dalam berbangsa dan bernegara sudah bukan menjadi hal yang diragukan lagi. Membangun peradaban dari diri sendiri. Jika ingin merubah suatu negara, maka harus dimulai dari perubahan pada diri sendiri dulu.

Perkembangan baru di dunia teknologi dengan sebutan revolusi industri 4.0, memberikan tantangan bagi dunia pendidikan, dalam menyelaraskan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal. Meski dunia berkembang begitu pesat, namun pendidikan karakter berbasis kearifan lokal harus diperkuat. Agar budaya yang hadir di lingkungan masyarakat tidak tergerus oleh kecanggihan teknologi.




Pendidikan karakter di era revolusi industri 4.0 harus tercermin dalam sikap kemandirian, misalnya para pelajar.Kkreativitas dan inovasi baru dalam berbagai bidang seperti ekonomi kreatif harus terwujud dalam pendidikan karakter ini. Pelajar harus memanfaatkan kondisi perkembangan teknologi dengan berbagai kreatifitas yang dimilikinya. Dari bidang usaha bisa menjadi peluang yang besar dalam membangun kemandirian dirinya sendiri. Hal ini terkait dengan potensi serta passion yang harus segera "ditemukan" dalam diri sendiri.

Membangun potensi atau talent serta mengasah passion adalah jawaban pasti. Hal berikutnya adalah terkait dengan konsep diri positif yang kuat juga harus dibangun sejak usia remaja. 

Pendidikan karakter memang harus meliputi beberapa point penting dalam membangun potensi diri untuk bisa bersaing dengan bangsa lain. Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah hati (kejujuran dan rasa tanggung jawab), pikir (kecerdasan), raga (kesehatan dan kebersihan), serta rasa (kepedulian) dan karsa (keahlian dan kreativitas).





REVIEW BUKU : OASE JIWA

April 04, 2019 0 Comments



Satu lagi buku yang berisi kisah nyata para penulisnya. OASE JIWA, kumpulan kisah inspiratif tentang "memaknai hidup" dengan bahasa penulisan yang ringan, namun pesan moral yang tajam.

OASE JIWA menyajikan pengalaman berharga untuk memenuhi rasa dahaga pembaca akan makna kehidupan. Ujian hidup tiap-tiap hamba berbeda, skenario dari-Nya adalah yang terbaik bagi masing-masing insan. Demikianlah para penulis mencoba memberikan penekanan cerita dari pengalaman hidup mereka satu per satu.

Apa saja makna yang mampu mereka rangkum sepanjang perjalanan hidupnya. 
Apa saja yang mampu mereka sarikan dari segala persoalan dan masalah yang nyatanya mampu mereka selesaikan, atas izin-Nya.

Buku ini mengupas dari berbagai sisi kehidupan, benang merahnya adalah "keyakinan mereka akan kebesaran Tuhan".




REVIEW BUKU : DEATH ROOM

April 04, 2019 0 Comments


Melompat ke genre thriller, buku ini bisa jadi rekomendai thriller yang tidak begitu berat. Sekitar 20 cerita fiksi ini akan membawa pembaca mengaduk-aduk rasa.

Mulai dari kengerian, ketegangan, hingga mungkin bayangan darah-darah berceceran. Kejutan-kejutan dan ending cerita yang tidak terduga di awal membuat buku ini menarik. Gaya khas masing-masing penulis pun nampak berbeda satu dengan lainnya, namun saling menguatkan isi buku.

Death Room! Ruang Kematian!
Bukan hanya berkisah tentang tragedi kematian saja, namun juga kisah-kisah menenangkan lainnya.
Berani coba? Siapkan adrenalin menjadikan hati berdesir!



REVIEW BUKU : THE LITTLE DETECTIVES

April 04, 2019 0 Comments



Genre anak memang tidak pernah lepas dari ide-ide unik. Buku ini full color dengan jumlah halaman 150 ++ berisi belasan cerita fiksi anak bertema detektif.

Keseruan bercampur ketegangan ala dunia anak tersaji apik sesuai target usia pembaca (anak usia 7-12 tahun). Anak-anak pun diajak untuk ikut berpikir siapa pelaku menghilangnya benda-benda yang menjadi topik cerita.

Mulai dari benda berharga, hingga hanya berupa daun kelor pun menjadi misteri yang asik untuk diungkap. Satu suguhan yang akan menambah wawasan anak-anak dengan cara yang menarik untuk dicoba.




#kelasmenulisonline
#kelompokF4
#saskia
#day17