"Bun, setelah selesai melipat cucian, Shahia boleh minta uang jajan?"
Aku dengan ringan mengganggukkan kepala. Aku menyadari betul bahwa di usianya yang masih 7 tahun, Shahia masih belum benar-benar paham konsep bekerja ikhlas, alias tanpa pamrih. Namanya juga anak-anak, ketika mereka melakukan banyak hal, tentunya juga ingin menuntut banyak hal kepada kita, orang tuanya.
***
Kebiasaan memberi uang jajan setelah anak-anak melakukan tugas hariannya memang tidak setiap saat aku lakukan. Anak-anak tidak kubiasakan "jajan" setiap hari. Anak-anakku belajar bagaimana mengelola sabar tentang kapan keinginan mereka dipenuhi, serta belajar memberi tanpa harus mengharapkan balasan.
Sebagai orangtua, aku nggak ingin melewatkan masa-masa tumbuh kembang anak setiap hari. Semakin anak bertambah besar, maka semakin tinggi pula minat mereka untuk menyerap pengetahuan, serta segala sesuatu yang mereka lihat, dengar dan juga rasakan. Nah, tugasku sebagai orangtua tentunya harus mengajarkam mereka hal-hal positif, termasuk soal keuangan.
Mau nggak mau, suka atau nggak suka, seiring perkembangannya, anak akan pintar dan mengenal soal nilai uang. Jadi, aku merasa, sudah menjadi kewajiban untuk mengajari mereka apa itu uang dan gimana cara mengelolanya.
Seorang penulis terlaris yaitu Rachel Cruze membagikan tips simpel untuk membantu para orangtua sepertiku.
Cruze yang bekerja dengan ayahnya, Dave Ramsey, ini mengatakan bahwa sebagai orang tua, kita perlu mengajarkan anak-anak prinsip-prinsip cara mengelola uang yang cerdas sejak dini.
"Mempelajari bahasa asing sejak usia 4 tahun lebih mudah dibanding mempelajari bahasa asing ketika usia 40 tahun. Hal yang sama berlaku dengan mengelola uang," katanya.
Jadi, aku pun merangkum beberapa prinsip yang bisa aku lakukan untuk anak agar bisa belajar lebih banyak soal keuangan!
1. Mengajar anak-anak untuk bekerja dulu baru bisa mendapatkan uang.
Menurut Cruze, sangat penting bagi anak untuk memahami bahwa untuk mendapatkan uang, maka kita harus bekerja. Uang bukan berasal dari dompet ayah atau ibu melainkan dari doa dan hasil kerja keras.
Nah, aku benar-benar menerapkan hal ini di rumah. Ada banyak hal kok yang bisa mereka lakukan. Misalnya, jika mereka ingin mendapatkan uang membeli es krim, maka aku bisa menyuruhnya untuk menaruh bajunya yang kotor ke tempatnya, atau mungkin tidy up alias membersihkan mainannya baru bisa dapat uang atau beli jajan es krim.
2. Nggak masalah kok ternyata, jika kita mengizinkan mereka membuat kesalahan soal uang mereka.
Ada banyak orangtua yang suka marah jika anaknya melakukan kesalahan mengenai pengelolaan uang mereka. Padahal itu hal yang kecil loh!
Pada akhirnya, setelah mereka besar, mereka pun melakukan kesalahan karena dari kecil mereka tidak diajar bagaimana rasanya salah dalam mengelola uang.
Terkadang, aku memberikan Shahia uang jajan mingguan. Dan selama seminggu, dia nggak aku perbolehkan untuk meminta uang jajan lagi, tetapi juga tetap ku pantau apa saja yang dia beli.
Nah, suatu ketika, Shahia salah mengatur keuangannya. Uangnya habis padahal belum seminggu, lalu dia merengek meminta kepadaku. Tapi aku tetap tegas, tidak memberikan uang tambahan, sehingga akhirnya Shahia tidak jajan untuk dua hari.
Karena kejadian tersebut, dia pun merasa belum mampu mengatur keuangannya sendiri. Dia memintaku untuk memberinya uang jajan, saat dia minta saja. Dan aku meng-iya-kan keinginannya dengan beberapa kesepakatan. Seperti misalnya, dalam seminggu jatah jajannya tetap di nominal yang sama, meski pun tidak diminta setiap hari. Dan jika ada sisa, ditabung di celengannya.
Aku mendidik anak-anakku untuk mengatur keuangan dan bertanggung jawab terhadap uangnya sendiri.
3. Mengajari anak untuk terbiasa menabung sejak dini
Menyimpan uang adalah sikap yang disipilin, begitu kata Cruze. Jadi aku pun mengajari anak-anak untuk menabung uangnya, persis ketika aku memberinya uang untuk hasil kerja kerasnya.
Aku membelikan mereka celengan. Mereka menabung di celengan, setelah beberapa lama, sesuai keinginan mereka sendiri biasanya, celengan akan dibuka dan uang tabungan dialihkan ke rekening bank supaya lebih aman.
Aku berharap, kebiasaan menabung itu bisa mereka rasakan manfaatnya kelak. Mereka akan tahu bagaimana menabung dan menyisihkan uang bahkan ketika merantau.
***
"Sudah selesai, Bunda!" Shahia dengan riang menghampiriku.
"Oke, cantik. Ini uangnya. Mau beli apa sih?"
"Shahia cuma kepengen beli es krim kok, Bun. 3000 aja," katanya.
Aku berikan sejumlah nominal yang dia minta. "Nih, minggu ini jatahnya sisa 5.000 aja loh ya."
"Oke, Bun. Yang 5.000 ditabung aja. Shahia besok gak minta jajan lagi."
"Nak, meskipun gak setiap selesai mengerjakan sesuatu Bunda kasih uang jajan, Shahia harus tetap mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh ya. Masih inget kan obrolan kita kemarin? Barangsiapa Bersungguh-Sungguh, Dianggap Mengerjakan Amalan Secara Sempurna. Jadi kerjakan dengan sungguh-sungguh atau tidak sama sekali."
"Inget kok, Bun. "
"Alhamdulillah ... "
"Shahia kepengen jadi apa sih kalau sudah dewasa?"
"Hmmmm ... pengen jadi Guru yang juga jualan."
"Jualan apa?"
"Jualan keripik, jualan buku, jualan baju, kerudung, mukena, tas, pensil, pokoknya kaya toko gitu, Bun."
"Wah, masyaAllah ... semoga diijabah Allah ya, Nak. Berarti mulai dari sekarang, Shahia harus selalu bersungguh-sungguh dalam segala hal. Mengerjakan apa saja gak boleh asal-asalan. Seperti nasehat Rosullullah, Bersungguh-sungguhlah dalam hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, juga janganlah pernah-kali-kau-izinkan lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu, maka janganlah kamu mengatakan, 'seandainya aku melakukannya, pastilah tidak akan begini atau begitu'. Namun katakanlah, 'ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah melakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki'. Karena sesungguhnya perkataan seandainya akan dibuka (pintu) bertindak setan. "
Obrolan kami beberapa menit membuat Shahia menunda keinginan untuk beranjak ke warung dekat rumah. Tapi, karena aku ingin memberinya apresiasi, maka kupersilakan dia bermain dan jajan es krim seperti keinginannya.
***
Aku berusaha untuk terus mengingatkan mereka bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, jadi haruslah mereka menghormati dan menghargai serta mengatur pemberian Allah dengan baik! Entah itu berupa rezeki yang sifatnya materiil (uang), maupun rezeki kesehatan, kesempatan sehingga mereka selalu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan kebaikan.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat dan mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.
Salam kenal,
Hessa Kartika