Monday, July 22, 2019

SAAT SI KECIL BELAJAR

July 22, 2019 0 Comments



Mengamati gaya belajar Nayura menjadi sebuah proses panjang namun tetap menantang. Saat dia sedang berminat membaca buku, dia akan memaksa diriku untuk membacakan isi buku yang dia pilih. Sesekali, dia akan ikut berpura-pura serius membacanya pula, padahal si bungsuku yang belum genap 4 tahun ini jelas belum mengenal huruf, apalagi membaca deretan kata dan kalimat.

Nayura tertarik setiap dibacakan buku dengan lantang (read aloud), dia akan menyimak dengan seksama. Usai membacakan buku atau mendongeng cerita. Sehingga aku menarik kesimpulan sementara, bahwa gaya belajar Nayura adalah auditori. 

Aku pun sering menanyakan kembali padanya tentang apa saja yang baru ia dengar. Ini bisa membantu anak auditori memahami sesuatu lebih mendalam. Biasanya, anak dengan gaya belajar auditori piawai dalam mendengarkan instruksi dan peka kata-kata yang terucap lisan. Anak kerap memperoleh informasi atau pengetahuan secara cepat lewat percakapan atau cerita.



Ciri-ciri lain anak dengan gaya belajar auditori adalah:
  1. Mengingat informasi dengan mengucapkan lantang
  2. Harus mendengarkan penjelasan secara lisan
  3. Sedikit kesulitan mengikuti instruksi tertulis, lebih suka instruksi yang disampaikan secara verbal
  4. Bicara pada diri sendiri saat tengah mempelajari sesuatu
  5. Senang berkelompok daripada bekerja sendirian
  6. Cukup diucapkan satu atau dua kali, anak langsung bisa mengingat informasi tersebut
  7. Biasanya anak auditori lebih mudah berkonsentrasi sambil mendengarkan musik, white noise, atau mengucapkan sendiri apa yang dipelajari


Kendala anak dengan tipe gaya belajar Auditori:

  1. Kurang dapat mengingat apa yang dibacanya bila tidak disuarakan.
  2. Cenderung banyak bicara atau sebaliknya menjadi sangat pendiam.
  3. Tak bisa belajar dalam suasana berisik atau ribut apalagi jika anak memiliki konsentrasi yang lemah.
  4. Lebih memperhatikan informasi yang didengarnya jadi kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya. 


Cara Memaksimalkan Kemampuan Auditori:

  1. Baca dan ulangi bahan pelajaran dengan bersuara atau minta orang lain untuk membacakannya. Gunakan musik sebagai sarana belajar.
  2. Bekali dengan tape recorder untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah dan diulang di rumah.
  3. Libatkan diri anda dalam kegiatan diskusi secara verbal. Pilih topik diskusi yang menarik tidak perlu selalu materi pelajaran sekolah.
  4. Lakukan review secara verbal dengan teman, orangtua atau guru.
  5. Beri penghargaan (reward) untuk meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri. Misalnya dengan menelepon kakek atau nenek lalu membicarakan prestasi atau perbuatan baik yang dilakukan.
  6. Cari tahu tipe guru yang mengajar anda di sekolah. Apabila anda diajar oleh tipe guru yang berbeda maka anda harus melengkapinya di rumah. Tipe mengajar yang berbeda akan membuat anda tidak menangkap informasi secara optimal sehingga anda harus mengulang di rumah dengan menambahkan unsur-unsur pendengaran. Misalnya dengan menambah intonasi cara membacanya.
  7. Rekamlah ide-ide dan pikiran sebelum dituangkan dalam bentuk tulisan.


Semoga bermannfaat ....

AJAK ANAK ZIARAH KUBUR, KENAPA TIDAK?

July 22, 2019 0 Comments





Setiap anak memiliki panca indra yang berkembang seiring stimulasi yang diberikan seorang bunda sejak ia dalam kandungan. Begitu lahir, berbagai rangsangan yang diterima anak semakin mempertajam kelima indra yang ia miliki.

Pada titik tertentu, khususnya saat ia mulai memasuki usia prasekolah atau sekitar 4-5 tahun, anak mulai menunjukkan preferensi pada gaya belajar tertentu: visual, kinestetik, dan auditori. Tanpa kita sadari, anak bisa belajar lebih mudah dengan salah satu gaya belajar tersebut. Maka, sebagai orangtua perlu melakukan pengamatan untuk mengenali gaya belajar anak.

Bagi sebagian anak, indra pendengaran mereka berfungsi lebih optimal dibandingkan indra lainnya. Berbagai macam informasi mereka dengarkan, terima, serap, dan proses secara mendalam. Dari situlah anak belajar banyak hal, terutama dari apa yang ia dengarkan secara saksama.

Untuk anak usia 4-5 tahun, cara terbaik yang bisa kita lakukan adalah dengan mengenali minat dan memberinya sumber atau materi apa saja yang bisa ia pelajari dengan gaya auditori. Aku terus mengamati mana aktivitas yang lebih disukai Nayura dan kemudian melakukan pendekatan belajar dari cara tersebut.

Anak memang seorang peniru ulung. Setiap saat, mata anak selalu mengamati, telinganya menyimak, dan pikirannya mencerna apa pun yang kita lakukan. Nayura di usianya yang belum genap empat tahun, aku mengamati dia cenderung visual auditori. Nayura mengamati apa yang aku lakukan selama di makam, beberapa saat kemudian dia meniru apa yang aku lakukan, menabur bunga di makam Mbah Kung-nya.

Sebagian orang memandang tradisi ziarah ke makam tidak perlu dilakukan. Menurut pendapat mereka, mendoakan jenazah bisa dilakukan di mana saja, tidak harus ziarah kubur. 

Ada lagi yang memandang tradisi ziarah merupakan perilaku sia-sia, karena mendoakan orangtua seharusnya dilakukan setiap hari tanpa perlu mengunjungi makamnya. Toh mereka yang sudah meninggal tidak akan tahu bahwa anak cucu mereka mengunjunginya di makam. Benarkah demikian? Wallahu'alam.

Tapi, aku memang masih sesekali mengunjungi makam almarhum bapak kandung, bapak dan ibu angkat serta nenek dan kakekku. Di samping untuk mengingat akhirat, ziarah kubur, terutama ziarah ke makam orangtua dan mendoakannya, memiliki nilai dalam Islam. Seperti hadis Rasullah SAW :

"Barangsiapa ziarah ke makam orang tuanya setiap hari Jum'at, Allah pasti akan mengampuni dosa-dosanya dan mencatatnya sebagai bukti baktinya kepada orang tua." (HR Abu Hurairah Ra)

Sedangkan anggapan bahwa ziarah kubur tidak bermanfaat bagi jenazah, dijawab melalui hadis Rasullah SAW : 

''Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu." (HR. Ibnu Abi ad-Dunya dari Aisyah Ra.)



Terdapat manfaat timbal balik dalam melakukan ziarah makam orangtua. Di satu sisi, orangtua yang telah tiada bisa merasakan kebahagiaan dengan hadirnya anak-anak tercinta di makamnya, di sisi lain, anak-anak dapat meneruskan baktinya kepada orangtua hanya dengan melakukan ziarah kubur dan mendoakannya. Itulah alasanku, sesekali berziarah ke makam dengan mengajak serta anak-anak.







KINESTETIK DAN FOKUS

July 22, 2019 0 Comments


Aku selalu menduga kalau gaya belajar Shahia adalah tipe kinestetik. Melihatnya yang tidak bisa diam, jelas menunjukkan bahwa Shahia kinestetik. Shahia lebih mudah belajar, lebih mudah menerima informasi melalui serangkaian aktivitas yang melibatkan organ geraknya dan selalu ingin mempraktekkan hal yang dipelajari secara langsung.

Karena anak dengan gaya belajar kinestetik ini selalu melibatkan penggunaan jari, perabaan dan sentuhan, biasanya mereka lebih terampil dan jari-jemarinya lebih cekatan sertamampu membuat berbagai macam kerajinan tangan. Selain itu, anak dengan tipe belajar kinestetik selain cakap dalam berolahraga, mereka juga dapat menari dengan gemulai serta hasil gambarannya cukup teliti dan detil.

Namun, karena anak dengan tipe gaya belajar seperti Shahia yang kerap tidak bisa diam, biasanya muncul berbagai macam kendala yang sebaiknya perlu dipahami oleh orang tua. Berdasarkan observasiku, anak dengan gaya belajar kinestetik memiliki kendala antara lain:

  1. Anak kinestetik cenderung tidak bisa diam dan dianggap mengganggu, usil bahkan kerap dianggap nakal. Seringkali, mereka dapat dianggap mengggangu jika berada dalam lingkungan yang mayoritas anaknya lebih senang diam dan memiliki tipe belajar auditori atau visual.
  2. Bila berada di sekolah dengan gaya belajar konvensional, yang menerapkan gaya belajar mengharuskan murid duduk tenang, diam tidak boleh banyak bergerak ketika gurunya menjelaskan, biasanya mereka akan merasa kesulitan belajar atau sulit menangkap informasi yang disampaikan. Hal ini juga terjadi pada anak saya. Ketika saya mendampingi dia belajar dan menyuruh lelaki kecil itu duduk diam, kenyataannya dia cenderung tidak memperhatikan apa yang kita katakan atau kita informasikan, bahkan terlihat seperti orang yang melamun.
  3. Ketika menghadapi mata pelajaran yang mencakup rumus-rumus atau hal yang abstrak seperti simbol matematika, peta dan sejenisnya, anak kinestetik cenderung sulit mempelajarinya.
  4. Kemampuan dalam pergerakannya atau kapasitas energinya cukup tinggi sehingga cenderung merasa kesulitan jika harus berkonsentrasi penuh. Oleh karena itu, perlu disalurkan dengan berbagai kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik atau aktivitas yang menggunakan jari-jarinya.

Setelah mengetahui kendala yang dihadapi anak dengan gaya belajar kinestetik, aku berusaha mencari solusi. Dari sumber www.pembelajar-kinestetik.blogspot.com, ada 4 cara menyikapi anak dengan tipe gaya belajar kinestetik yang perlu diketahui oleh orang tua, yaitu :

1. Untuk mendukung gaya belajar yang dimiliki anak, sebaiknya orang tua mempercayakan pendidikan anak mereka di sekolah yang menganut sistem active learning, yaitu menerapkan cara belajar yang melibatkan siswanya. Jadi pembelajaran bersifat dua arah. Anak diarahkan untuk tetap aktif sehingga kemampuannya berkembang secara optimal. 

Di sekolah tempat Shahia belajar, alhamdulillah sudah mengerti bahwa setiap anak istimewa, termasuk kaitannya dengan gaya belajar. Sehingga, meskipun Shahia cenderung tidak bisa diam, gurunya akan melibatkan dia dalam hal-hal teknis yang membuatnya selalu banyak bergerak. 
Aku salut juga dengan guru kelas Shahia, dengan sabar dan tenang, bu guru mengajar, sedangkan tak jarang, Shahia sibuk sendiri berjalan ke sana kemari, berdiri di samping mejanya. Tapi, siapa sangka, di akhir semester, nilai Shahia bagus-bagus, loh! 


2. Sebelum pergi berangkat ke sekolah, sebaiknya anak-anak diberikan aktivitas fisik untuk mengalihkan kapasitas energinya yang berlebih. Dengan energi yang sudah digunakan di pagi hari, diharapkan sisa energi yang tersimpan untuk kegiatan belajar di sekolah, tidak terlalu besar. Sehingga mereka bisa belajar dengan tenang.

Aktivitas yang dapat membuat anak tersalurkan energinya antara lain yaitu, dilibatkan dalam kegiatan untuk membantu pekerjaan rumah tangga seperti mencuci kendaraan, mencuci piring, membersihkan rumah, mengerjakan kegiatan dengan jari-jarinya atau melakukan olah raga ringan.

Karena kami di rumah sudah membuat jadwal harian, maka setiap seusai solat Subuh, Shahia sudah melakukan beberapa kegiatan sebelum berangkat ke sekolah. Shahia membantu membuang sampah, mengisi botol untuk dimasukkan dalam kulkas, serta membereskan piring, gelas dan sebagainya yang sudah aku cuci ke rak piring. 


3. Anak dengan tipe belajar kinestetik lebih mudah menyerap informasi melalui pengalaman. Bereksperimen di laboratorium merupakan salah satu cara belajar, bagi mereka agar lebih efektif. Sekolah yang sering menggunakan laboratorium untuk praktek, merupakan media pendukung bagi anak kinestetik.

Sedangkan untuk belajar di rumah, orang tua dapat membantu anak mempergunakan alat peraga. Misalnya, untuk mengenalkan planet-planet yang berada dalam orbitnya, orang tua dapat menggunakan bola-bola untuk memperjelas. Dan biarkan anak untuk menyentuh bola tersebut dan menggerakkannya dalam orbit. 

Aku selalu mengingat, anak kinestetik senang sekali belajar dengan menyentuh. Maka, saat sedang belajar, Shahia pun sambil menggerakkan pensil, atau terkadang dari posisi duduk, dia ganti ke telungkup, atau lompat-lompat. Aku biarkan saja dia bergerak sesuai keinginannya.


4. Untuk mendukung proses belajar di sekolah, sebaiknya orang tua memberi saran kepada guru dan pihak sekolah, agar anak bisa diikutsertakan dalam berbagai aktivitas untuk mengalihkan kelebihan energi anak. Guru bisa mengajak anak untuk membantu membersihkan papan tulis, atau membantu membagikan buku pelajaran untuk teman-temannya.

Di sekolah Shahia, sejak awal aku sudah menyampaikan bahwa Shahia seperti over energi, sehingga harus diberi kegiatan fisik. Gurunya pun selalu berupaya memberikan peran yang membutuhkan banyak gerakan untuk Shahia. 



Dengan mengetahui cara menghadapi anak dengan tipe gaya belajar kinestetik, aku berharap Shahia dapat belajar dengan lebih maksimal dan mendapatkan hasil sesuai dengan harapanku sebagai bundanya.

Teman-teman, sebagai orang tua, kita memang harus terus belajar. Berusaha belajar untuk mengetahui gaya belajar yang tepat bagi anak-anak kita. Dengan mengetahuinya, maka kita pun dapat mengatasi segala kendala yang muncul dan dapat dengan mudah menstimulasi anak-anak sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

BERMAIN SERU DENGAN TEMAN BARU

July 22, 2019 0 Comments




Bermain di sekolah #2. Masih berkutat dengan kegiatan bernyayi dan bermain, Nayura terlihat happy. Meski belum bisa benar-benar ditinggal. Menunggunya bermain, sambil sesekali terlibat dalam permainan yang sedang dia lakukan, aku pun mengamati gaya belajarnya.

Nayura yang belum genap berusia 4 tahun, mungkin memang harus lebih jeli dalam observasi gaya belajarnya. Di kelas yang memang jumlah murid untuk kelas playgroup tidak banyak (hanya 4 anak, red) Nayura tampak happy dan fokus dengan beberapa bentuk puzzle di depannya.

Nayura terlihat tertarik dengan warna, bergerak cepat menyesuaikan puzzle dengan bentuk yang ada di papan. Tidak membutuhkan waktu lama, dia sudah menyelesaikan beberapa papan puzzle.

Bermain dengan teman-teman seusianya di kelas pun menjadi pengamatanku. Nayura memang cenderung introvert, lebih menyukai melakukan hal-hal sendiri, seperti menyusun puzzle, bahkan saat berbaris pun, justru dia meminta aku memotretnya daripada ikut berjingkrak jingkrak melompat sesuai arahan Guru.

Sebenarnya simpel saja, tujuannku memasukkan Nayura ke Playgroup adalah supaya dia memiliki pengalaman bermain dengan teman sebayanya. Menurut psikolog Anna Surti Ariani , yang aku baca dari sumber www.gayahidup.republika.co.id, sebetulnya anak-anak memang butuh orang dewasa dalam pengasuhannya. Orang dewasa yang dibutuhkan adalah orang dewasa yang matang, sayang kepada anak, juga konsisten dalam menjalankan pengasuhan. Jadi bukan orang dewasa yang labil.

Jika rumah dipenuhi dengan orang-orang dewasa seperti ini, maka anak mendapatkan manfaat sebesar-besarnya untuk perkembangannya. Misalnya, anak jadi belajar berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda-beda kepribadiannya. Anak juga dapat mengamati kerja sama atau interaksi yang terjalin di antara orang-orang dewasa.

Namun jika orang-orang dewasa yang ada selalu berganti (misalnya pembantu selalu berganti) atau orang dewasa yang ada adalah mereka yang saling membuat masalah atau terus bertengkar, maka anak justru mengalami kerugian dengan berada di dalam rumah keluarga besar. Contoh kerugian, jika orang dewasa selalu berganti (misalnya pengasuh terus berganti), maka aturan kemungkinan berganti juga. Anak jadi bingung dalam menaati. Padahal tiap berubah aturan, anak perlu fase adaptasi dulu.

Ada beberapa perbedaan keuntungan antara bermain dengan teman lebih tua, sebaya, dan lebih muda. Bermain dengan teman lebih tua, anak akan belajar mengikuti, mengobservasi, memantau, mencontoh dan lain sebagainya. Bermain dengan teman lebih muda, membuat anak akan belajar menjadi pemimpin, mengayomi dan menjaga. Sedangkan bermain dengan teman sebaya menjadikan anak belajar berinteraksi setara.

Berbagai keterampilan sosial seperti berkenalan, berbagi, minta tolong dan saling membantu sangat bisa berkembang pada saat anak bermain dengan teman sebayanya, menurutku. Walaupun demikian, tetap penting bagi anak untuk berinteraksi dengan orang lebih tua ataupun lebih muda karena ada manfaat yang didapatkan anak.

Saat bermain dengan teman-teman sebayanya (playing date) sebetulnya anak bisa dilepas secara alamiah. Aku tidak terlalu khawatir, karena kalau terlalu khawatir, anak justru menangkap kekhawatiran orang tua dan malah tidak bisa bermain secara lepas.

Akan tetapi, sebagai orang tua, tentunya aku juga harus selalu perlu tahu apa yang dilakukan Nayura yang sedang bermain bersama temannya dan di mana mereka melakukan kegiatannya. Aku berupaya agar jangan sampai ternyata Nayura melakukan kegiatan yang berbahaya, saling bertengkar atau saling menyakiti. Aku juga merasa punya tanggung jawab untuk memastikan Nayura bermain di tempat yang tidak berbahaya.

Semakin kecil usia anak, memang semakin perlu pendampingan orang dewasa walaupun bukan menempel pada si anak. Harus tetap sedikit berjarak. Semakin besar usia anak maka pendampingan bisa lebih longgar. Akan tetapi tetap perlu diketahui aktivitasnya oleh orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap mereka.



SEKOLAH = TAMBAH TEMPAT BERMAIN

July 22, 2019 0 Comments

Setiap orang punya gaya belajar yang beda-beda, seorang pengajar harusnya memahami gaya belajar masing-masing orang yang diajarnya agar tepat memilih metode belajar, sehingga proses belajar efektif.

Setiap individu yang lahir memiliki caranya sendiri untuk menyerap segala informasi termasuk dalam proses belajar. Nayura-ku, yang mulai masuk playgroup hari ini sejak pagi sudah semangat. Aku selalu mengatakan padanya, bahwa sekolah itu adalah tempat bermain. Ada prosotan, puzzle bahkan boneka dan mainan masak-masakan. 

Hari pertama masuk sekolah, selalu diawali dengan ritual "ditemani orangtua". Tak terkecuali diriku, beberapa jam memenuhi kebutuhan Nayura, menemani hari pertamanya di sekolah. Aku mengamati beberapa gaya belajar anak-anak di sana. Memang benar, tak semua anak bisa menangkap pelajaran dari gambar yang ditampilkan Guru di depan kelas. 

Ada anak yang butuh ngobrol dengan gurunya untuk bisa menangkap hal-hal baru yang sedang dipelajari. Ada pula yang butuh dibacakan keras-keras oleh gurunya atau malah ada beberapa anak yang mengambil kertas dan praktik langsung, meniru gambar yang dipegang Bu Guru.

Nayura, karena dia masih di kelas playgroup, hari itu hanya diisi dengan bermain fisik, seperti bernyayi sambil bergerak-gerak, dia seperti seorang observer, yang hanya diam terpaku, enggan mengikuti adegan-adegan yang diperagakan guru dan teman-temannya.

Jujurly, sesungguhnya aku sempat mengalami sedikit kecemasan, karena Nayura sama sekali terlihat tidak fun. Tapi ternyata itu salah. Aku melihatnya dengan lebih seksama, dia sedang mengamati dan nampaknya dia berusaha mempelajari dengan mengingat nada nyanyian serta gerakan, meskipun dia tidak mengikuti instruksi apapun. Gaya belajar anak memang erat kaitannya dengan jenis kecerdasan yang dominan pada masing-masing anak.

Sebagai orangtua, aku memang perlu mempertimbangkan proses stimulasi, pola asuh orangtua, dan kecerdasan emosi Nayura untuk melakukan observasi terhadap kondisinya. Idealnya, orangtua juga melakukan pemetaan perkembangan atau identifikasi kecerdasan majemuk anaknya terlebih dulu, untuk mengetahui kecerdasan apa saja yang sudah berkembang dan menonjol dalam diri anak, dan kecerdasan apa yang belum berkembang dan masih perlu diasah lagi agar lebih optimal. 

Observasi  dapat dilakukan dengan mengamati perilaku keseharian anak, termasuk lewat minat dan aktivitas kegemaran anak. Proses stimulasi perlu diberikan orangtua sedini mungkin, sehingga setiap kecerdasan dapat tampil optimal. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar efektif pemberian stimulasi antara lain adalah gaya belajar. Bisa dengan medium visual (melalui indera penglihatan), auditori (melalui indera pendengaran) dan atau kinestetik (melalui indera peraba). 

Agar stimulasi diterima secara optimal, ada baiknya orangtua menyesuaikan metode dan gaya belajar yang digunakan, dengan gaya belajar anak. Bermain merupakan salah satu bentuk stimulasi positif kecerdasan majemuk. Dan aku menanamkan mindset bahwa sekolah adalah sebagai tempat bermain.  

Anak-anak seusia Nayura (kurang dari 5 tahun), memang cenderung tinggi auditorynya. Nampak betul dari apa yang aku lihat pada Nayura hari itu. 

Nayura mudah mengingat apa yang dia dengar. Dia menceritakan kembali padaku sepulang sekolah. Meski nampak anteng dan pasif di sekolah, tapi ternyata Nayura bisa bercerita dengan bahasa sederhana tentang apa saja yang dia lakukan di sekolah bersama Guru dan teman-teman barunya. Dia menyanyikan beberapa lagu yang diajarkan di sekolah. 


KERJASAMA ASIK, KESUKSESAN TER-TARIK

July 22, 2019 0 Comments


Memiliki anak yang sukses adalah impian setiap orang tua, begitu pun dengan diriku. Peran orang tua dalam hal ini tentu sangat besar. Memang benar, tidak ada cara atau trik pasti mengenai bagaimana cara membesarkan anak menjadi orang sukses. Namun, beberapa penelitian telah mengkaji hal ini dan menemukan beberapa faktor yang mungkin bisa membantu. Mengoptimalkan gaya belajar anak adalah sebuah keharusan. 
Seperti yang aku sampaikan sebelumnya, secara umum, ada tiga gaya belajar anak, yaitu visual (penglihatan), auditori (pendengaran), dan kinestetik (gerak). Agar anak belajar dengan optimal, sebaiknya menyesuaikan dengan gaya belajarnya. Lantas, bagaimana mengetahui anak memiliki gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik? 
Bersumber dari www.lifestyle.kompas.com, seorang psikolog anak dan remaja di TigaGenerasi, Putu Andita mengatakan, mengenali gaya belajar lebih mudah saat anak mulai memasuki TK. Kalau masih terlalu kecil belum kelihatan bagaimana gaya belajarnya. Saat TK, anak akan mulai lebih banyak interaksi dan eksplorasi, jadi lebih mudah dikenali. 

Putu juga memaparkan, anak yang memiliki gaya visual akan lebih mudah mengerti jika diberikan gambar, video, atau film. Tanda-tandanya, anak juga mudah terganggu jika ada sesuatu yang mengganggu penglihatannya. Misalnya lagi belajar di kelas, lalu ada orang lewat. Dia akan terdistraksi (terganggu).

Sementara itu, anak yang memiliki gaya belajar auditori atau pendengaran cenderung mudah terganggu jika ada suara berisik. Sebab, anak dengan gaya belajar auditori lebih mudah menyerap informasi melalui pendengarannya. Anak ini akan lebih mudah memahami sesuatu ketika dibacakan cerita, dibanding ia membacanya sendiri tanpa suara. 

Untuk anak dengan gaya belajar kinestetik, biasanya akan merasa terganggu jika ada yang menyentuhnya. Untuk belajar dengan baik, anak ini tidak bisa hanya duduk manis saja. Saat membaca, anak dengan gaya belajar kinestetik akan lebih mudah mengerti jika membaca sambil menunjuk huruf di buku. 

Anak mungkin saja memiliki ketiga gaya belajar tersebut. Tetapi, umumnya ada satu gaya belajar yang lebih menonjol. Untuk mengenali gaya belajar anak, orangtua harus sering menghabiskan waktu dengan anak. Orangtua perlu mengobservasi anak dan lebih peka.

Dari sumber lain,www.simulasikredit.com,  aku mendapatkan informasi mengenai beberapa kebiasaan yang bisa diterapkan orang tua sejak dini agar anak-anak mereka tumbuh menjadi seseorang yang sukses adalah sebagai berikut :

  • Suka Membaca
Setiap orang sukses memiliki satu persetujuan: membaca. Bill Gates, Warren Buffet, hingga Mark Zuckerberg tidak pernah melewatkan hari mereka tanpa membaca. Menurut survei yang dilakukan terhadap milyuner Amerika Serikat yang berhasil membangun kekayaan mereka sendiri, 63% di setuju dibiasakan membaca oleh orang tua sejak kecil.
Menanamkan kebiasaan membaca anak sejak kecil adalah sebuah keharusan ternyata. Hal ini dapat dimulai dari membaca cerita sebelum tidur untuk menumbuhkan minat mereka dalam membaca. Anak yang suka membaca akan menyukai rasa ingin tahu yang besar terhadap segala sesuatu. Saat mereka dewasa, mereka akan tumbuh menjadi anak yang ingin belajar dan menemukan sesuatu yang baru.

  • Membantu Pekerjaan Rumah
Berangkat dari logistik “Jika anak-anak tidak mencuci piring mereka sendiri, orang lain yang melakukan untuk mereka”, Julie Lythcott-Haims, mantan dekan di Universitas Stanford mengatakan bahwa anak-anak harus menjadi bagian dari hidup untuk mendapatkan sukses. Salah satunya adalah membantu orang tua mengerjakan tugas-tugas rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci rumah, hingga mencuci baju mereka sendiri.
Anak-anak yang tumbuh dengan pekerjaan rumah yang dapat diandalkan dengan lebih baik, di lingkungan kerja dan memiliki rasa yang lebih tinggi. Mereka mengerti harga kerja keras untuk menyelesaikan tugas tugas dan masalah mereka sendiri.

  • Melatih Kemampuan Bersosialisasi
Hal yang satu ini sangat penting dalam kehidupan semua orang. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Duke dan Universitas Negeri Pennsylvania membuktikan anak-anak dengan kemampuan sosialisasi memiliki peluang besar untuk meraih keberhasilan.
Anak-anak yang mampu bersosialisasi dengan baik, mampu bekerja sama dengan orang lain, mudah membantu orang lain, memahami perasaan mereka, dan menyelesaikan masalah mereka sendiri dengan baik. Di usia 25 tahun, anak-anak ini akan menyelesaikan pendidikan mereka dan mendapatkan pekerjaan tetap. Sementara anak-anak yang tidak memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik akan kesulitan memperoleh semua itu.

  • Pemahaman Penting Usaha Lebih Penting Daripada Hasil
Kesuksesan menyukai sesuatu yang bisa diraih dalam sekejap. Karena itu, orang tua harus mendidik anak-anak sejak kecil agar ia bisa meraih sukses di masa depan. Anak-anak akan membutuhkan banyak dukungan dalam penyelesaian, dan disinilah peran orang tua sangat dibutuhkan.
sebagai orang tua, aku merasa harus memberikan pemahaman kepada anak-anakku tentang usaha dan meminta mereka lebih mementingkan dari apa pun. Oleh karena itu, aku sebisa mungkin tidak memberikan beban kepada anak. Misalnya, aku mendorong mereka untuk ikut lomba mewarnai, namun tidak menekan mereka untuk menjadi juara. Sekalipun mereka tidak menang, yang terpenting telah membuktikan kelemahan dan usahanya. Dengan demikian, anak akan tumbuh menjadi orang yang berusaha dan berusaha, juga tidak akan merasa kecewa dengan kesulitan.

  • Dorongan Untuk Bangkit dari Kegagalan
Orang yang sukses telah mengalami kegagalan sebelumnya. Tidak mudah untuk bangkit dari kegagalan dan memulai lagi, bahkan untuk orang dewasa sekalipun. Aku berusaha memerikan anak semangat saat ia gagal, dan mendorong ia untuk mencoba lagi. 
Anak yang mengalami kesulitan dan bangkit memiliki peluang yang lebih besar di masa depan. Anak akan mengerti untuk mencapai sesuatu, diperlukan kerja keras dan ia tidak akan bisa mendapatkan dengan mudah.

  • Hubungan yang Sehat dengan Orang Tua
Penelitian yang dilakukan di University of Illinois menemukan sangat penting bagi anak-anak untuk tumbuh dalam keluarga harmonis tanpa konflik. Hubungan yang baik antara orang tua, anak dengan orang tua, dan antar saudara memiliki prestasi yang lebih baik di sekolah.
Masih dalam penelitian yang sama, ditemukan anak-anak yang mendapatkan kasih sayang di tiga tahun pertama kehidupannya adalah mereka yang lahir di bawah kemiskinan. Jika anak-anak memiliki keluarga harmonis, ia bisa meraih prestasi yang baik di usia 30-an.
PR banget buatku, sebagai ibu tunggal, memberikan kasih sayang dan memaikan peran ganda adalah hal yang harus selalu aku upayakan untuk memenuhi tangki cinta mereka.

  • Tahu Pentingnya Sebuah Pendidikan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan adalah aspek terpenting untuk meraih kesuksesan. Anak-anak harus menyadari bahwa berprestasi di bidang tertentu sesuai dengan passion dan talent-nya adalah sebuah keberhasilan. Tidak melulu prestasi secara akademik, tapi lebih utama adalah akhlak dan adab serta pemahaman tentang bakat dan minat masing-masing.

  • Perkenalan dengan Matematika Sedini Mungkin
Matematika membalik menjadi “momok” sulit bagi sebagian besar murid. Mereka yang sangat kesulitan kesulitan matematika dan sulit tersebut di sekolah. Memperkenalkan anak dengan matematika sedini mungkin, bahkan sebelum mereka masuk sekolah formal dengan cara yang asik, sehingga mengurangi kesan "mengerikan" saat mereka mulai duduk di bangku sekolah formal.
Pendidikan matematika ini tidak hanya berguna untuk mengembangkan mereka dalam bidang tersebut. Lebih dari itu, seorang anak yang berkemampuan dengan matematika sejak kecil memiliki kemampuan membaca yang lebih dari anak-anak seusianya.

Tidak ada ramuan yang pasti. Lebih penting bagi orang tua untuk dipahami masing-masing anak istimewa. Mendidik anak menjadi orang sukses adalah proses panjang yang tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu semalam.
Dalam aktivitas yang hari ini aku amati adalah tentang pola kerjasama anak-anakku. Melatih bekerjasama dalam pekerjaan rumah. Aku mengamati Aksan seksama melihat apa saja yang ada di depannya, dia cenderung rapi. Sedangkan Shahia yang kinestetik, dia memilih pekerjaan yang membuatnya lebih leluasa bergerak. Mengisi botol-botol, kemudian mondar-mandir ke almari pendingin adalah hal yang membuatnya nampak semangat. Berbeda dengan Aksan yang lebih fokus dengan apa yang sedang dia lakukan di depan kompor. Dia mengamati betul perubahan warna, dari bahan mentah menjadi matang.




SAAT SEMUA TERLIHAT KECIL

July 22, 2019 0 Comments

Saat harus menjalankan tugas negara sebagai seorang Asesor, diriku harus menempuh pilihan beberapa malam meninggalkan anak-anak. Memang sebuah konseskuensi yang harus dihadapi. Selama segala sesuatu tetap mengencangkan niat hanya mencari ridho Allah, aku yakin, anak-anak pun akan tetap dalam penjagaan-Nya.

Rezeki itu pasti, kemuliaan yang harus dicari. Begitulah mantra yang selalu aku tancapkan dalam benakku, sebuah kata penuh hikmah dari Ibu Septi Wulandani, founder Institut Ibu Profesional. Alhamdulillah, kali ini, Allah izinkan aku bekerja sambil "momong".  Dua malam, ketiga krucilsku aku boyong menginap di Harris Hotel, Semarang. Saat sang mamak bekerja, mereka kubiarkan asik bermain di dalam kamar hotel. Kerja jalan, observasi terhadap anak-anak pun tetap jalan. Nikmat mana lagi yang bisa aku dustakan?

Masih seputar observasi gaya belajar anak, keterbatas media belajar dan tempat yang hanya dalam satu ruang kamar, alhamdulillah, tetap membuahkan sebuah proses belajar baru bagi mereka. Qodarullah, kami menginap di lantai 12, sehingga, dari jendela kamar, anak-anak bisa melihat ke bawah, di mana rumah-rumah dan pemandangan lainnya nampak begitu kecil.

"Melihat dari atas", begitu aku memberi judul pelajaran dua hari ini. Saat anak-anak melihat dari atas, dan semua nampak kecil, aku kembali mengingatkan bahwa Allah berada jauh di atas kita. Dan tentunya, semakin Allah melihat segala sesuatu itu kecil bagi-Nya.



Anak-anak mulai menganggukkan kepala. Aku pun kembali memberikan pemahaman, bahwa melihat ke bawah, akan senantiasa meningkatkan rasa syukur. Seperti yang diajarkan Rosulullah. Rasulullah menasehati para sahabat dan juga kita semua sebagai umat beliau agar melihat orang yang berada di bawah kita dan jangan memandang orang yang berada di atas kita.

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ

“Lihatlah orang yang berada di bawah kalian dan janganlah melihat orang yang ada di atas kalian..” (HR. Muslim)

Mengapa demikian? Alasannya ada dalam lanjutan hadits tersebut.

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ

“Lihatlah orang yang berada di bawah kalian dan janganlah melihat orang yang ada di atas kalian karena hal itu lebih layak membuat kalian tidak mengkufuri nikmat Allah atas kalian” (HR. Muslim)

Rupanya, ini alasannya. Agar kita tidak mengkufuri nikmat Allah.

Sebab sering kali, orang yang rumah yang lebih megah lalu membadingkan dengan rumahnya, ia merasa rumahnya kecil dan sempit. Padahal Allah telah memberinya rezeki yang banyak hingga bisa beli rumah.

Pun dengan kendaraan. Jika melihat dan iri dengan orang yang lebih baik kendaraannya, kita bisa kehilangan rasa syukur. Yang hanya punya sepeda lihat yang punya motor, yang punya motor lihat yang punya mobil, yang punya mobil lihat yang punya mobil mewah. Dan seterusnya. 

Berbeda jika pandangannya seimbang, atau lebih sering melihat orang yang lebih terbatas sehingga tumbuh rasa syukurnya. “Alhamdulillah punya mobil meskipun mobil bekas, orang lain hanya punya motor.” Yang punya motor pun bersyukur, “Alhamdulillah punya motor, ada orang yang hanya punya sepeda.” Yang punya sepeda pun bersyukur, “Alhamdulillah punya sepeda, ada orang yang ke mana-mana jalan kaki.” Yang jalan kaki juga bersyukur, “Alhamdulillah masih bisa jalan, ada orang yang nggak bisa jalan.” Bahkan yang sedang terluka hingga nggak bisa jalan pun bersyukur, “Alhamdulillah masih hidup, tetanggaku ada yang sudah meninggal.”

“Jika seseorang sering melihat orang yang berada di atasnya, dia akan mengingkari dan tidak puas terhadap nikmat Allah. Namun jika ia mengalihkan pandangannya kepada orang di bawahnya, ini akan membuatnya ridha dan mensyukuri nikmat Allah.”

Aku bercerita juga bahwa Imam Ghazali menjelaskan, syetan akan mengarahkan pandangan manusia agar selalu melihat orang yang berada di atasnya dalam materi. Lalu membisikkan agar ia memburu dunia agar bisa hidup mewah.

Apakah melihat orang yang di atas ini dilarang secara mutlak? Ternyata tidak. Jika melihat seseorang yang kaya namun tidak membuatnya mengkufuri nikmat Allah, namun memotivasinya untuk bekerja keras dalam rangka meningkatkan amal shalih, maka hal itu diperbolehkan.

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu, lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga kami semua terhindar dari kufur nikmat. Dan Allah menjadikan kami sebagai hamba-Nya yang pandai bersyukur atas nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada kami. Inti dari pelajaran yang aku sampaikan ke anak-anak hari ini adalah tentang hikmah tersebut. 



Aksan lebih tertarik dengan langsung melihat objek. Sedangkan Shahia, nampak lebih banyak bergerak, melihat dari berbagai sudut pandang. 

Aku semakin memahami bahwa Aksan cenderung memiliki gaya belajar visual audirory, sedangkan Shahia cenderung kinestetik auditory. 

Semoga pengamatanku terhadap keduanya sesuai dengan kebutuhan mereka terkait gaya belajar  masing-masing. 

Sunday, July 21, 2019

MENGENAL BUDAYA DAN SENI, SEJAK DINI

July 21, 2019 0 Comments





Derasnya arus informasi mancanegara yang masuk ke Indonesia telah membawa budaya asing yang memengaruhi perubahan budaya masyarakat. Secara perlahan tetapi pasti, rasa cinta maupun pemahaman terhadap budaya bangsa sendiri mulai luntur, terutama di kalangan generasi muda. Tergantikan oleh budaya asing yang tidak seluruhnya sesuai dengan norma etika bangsa Indonesia.

Secara perlahan kemajuan ini mampu mengikis kesadaran masyarakat dalam mencintai seni budaya tradisional. Padahal, kesenian tradisional merupakan bagian dari kebudayaan yang menjadi ciri sebuah bangsa dan patut dijaga kelestariannya.

Aku ingat, Jose Rizal Manua, seorang budayawan menjelaskan dalam sebuah artikel online, budaya asing, khususnya dari Barat, berhasil memengaruhi generasi muda Indonesia. Itu terlihat dari kamar pribadi hingga ruang-ruang privasi mereka yang dihinggapi budaya luar negeri. Budaya asing yang serba instan tersebut akhirnya mampu menggantikan budaya tradisional yang seharusnya dipegang teguh para pemuda Indonesia.

Aku berpendapat, untuk membentengi perkembangan budaya luar, pendidikan seni dan budaya sejak usia dini wajib diberikan kepada setiap anak. Hakikat manusia adalah mencerna dan mengingat apa yang mereka kerjakan untuk pertama kali dan terus berulang. Layaknya belajar berdiri dan berbicara bagi seorang balita, pelajar muda baik sejak PAUD maupun sekolah dasar alangkah bagusnya mulai diperkenalkan seni dan budaya negaranya sendiri.

Dengan pembekalan sejak dini, para penerus bangsa ini diharap mampu membentengi diri mereka guna menghidupkan kesenian dan kebudayaan tradisional. Salah satu cara untuk menerapkan seni budaya di tubuh para penerus bangsa yaitu memperbanyak mengenalkan seni dan budaya sejak di lingkungan keluarga. 

Aku mulai mengingatkan anak-anak terhadap sosok wali yang banyak berjasa dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa, Sunan Kalijaga.

Dalam peranannya menyebarkan dakwah di Jawa, Sunan Kalijaga dikenal sebagai seorang seniman, budayawan, filsuf, dan waliyullah. Dalam menyebarkan dakwah dia sangat luwes dalam memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam budaya Jawa. Hal ini bisa kita lihat ketika Sunan Kalijaga melakukan dakwah melalui wayang kulit. Meskipun tradisi wayang pada mulanya bukan berasal dari Islam, namun Sunan Kalijaga memodifikasinya dengan cerita yang berbau Islam.

Selain berdakwah melalui wayang, Sunan Kalijaga sangatlah kreatif dalam bidang seni dan budaya. Beliau merupakan pencipta lagu ilir-ilir yang sampai sekarang masih kita kenal. Selain menciptakan lagu ilir-ilir, Sunan Kalijaga merupakan pencipta pertama bedug yang digunakan untuk memanggil umat muslim untuk salat. Beliau juga orang pertama kali yang mengadakan grebeg maulid di Demak dalam menyambut kelahiran Rasulullah dan masih banyak lagi seni yang beliau geluti.

Begitu banyak kontribusi Sunan Kalijaga di dalam melakukan penyebaran dakwah Islam di Jawa. Cara dakwah yang beliau lakukan tidaklah menggunakan kekerasan, namun beliau menggunakan cara yang amat lunak untuk mengambil hati masyarakat Jawa pada saat itu. 

Aku menjelaskan kepada Aksan dan Shahia bahwa cara dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga inilah yang seharusnya dicontoh. Beliau berdakwah tidak hanya sebatas di atas mimbar, namun beliau juga berdakwah melalui tradisi, kesenian, maupun budaya. 

Sembari menjabarkan pentingnya belajar seni dan budaya, aku mengamati keduanya. Aksan yang masuk tipe pembelajar visual lebih fokus pada penglihatan. Dia cenderung lebih mudah memahami materi pelajaran dengan cara melihat. Aksan juga sangat peka terhadap warna, garis maupun bentuk.

Karakteristik yang paling kelihatan dari Aksan adalah lebih mudah mengingat informasi dari apa yang dilihat ketimbang didengar.
Anak visual suka tampil menarik karena apa yang dilihat itu memang penting.

Shahia adalah pembelajar yang suka melibatkan gerakan. Dia tidak sekadar melihat wayang atau beberapa benda yang dipajang, tapi juga menggerak-gerakkan tangannya, berusaha menyentuh benda-benda itu.

Dengan menyentuh atau mengoperasikan suatu obyek, anak kinestetik menjadi lebih mudah memahami materi pelajaran. Jika diminta untuk mendengarkan dan membayangkan saja, mereka bisa mengalami kendala belajar.


Memahami gaya belajar anak Anda akan membantu proses pembelajaran jadi lebih optimal.

Berdasarkan penelitian, seseorang yang belajar sesuai dengan gaya belajarnya mampu meningkatkan efektivitas belajar hingga 90%.


BELAJAR SEJARAH, MENGALIRKAN NASIONALISME DALAM DARAH

July 21, 2019 0 Comments
Gaya atau cara belajar ini sangat penting untuk diketahui. Kita akan melihat bahwa tiap orang belajar dan mencoba memahami sesuatu dengan caranya masing-masing.


Masih bicara tentang gaya belajar, kali ini aku mengajak Aksan dan Shahia city tour, mengunjungi beberapa tempat bernilai sejarah. Ada misi khusus sebenarnya kenapa aku membawa mereka ke tempat-tempat bersejarah.


Ada pepatah mengatakan bahwa bangsa yang hebat adalah bangsa yang menghargai sejarah. Maksudnya, kita sebagai bangsa yang hebat harus mengingat sejarah dan belajar dari apa yang terjadi di masa lalu. Sejarah memang penting untuk diajarkan sedari dini pada anak. Sayangnya, belajar sejarah terkesan menjemukan dan membosankan sehingga banyak yang mengaku enggak suka dengan palajaran sejarah. Padahal, sejarah bermanfaat juga bagi perkembangan karakter anak.


Beberapa alasanku yang menjadikan belajar sejarah penting bagi anak, antara lain :


1. Mengajarkan nilai nasionalisme

Saat belajar sejarah, anak akan mengetahui bagaimana terbentuknya Nusantara hingga Indonesia seperti yang mereka kenal saat ini. Mereka juga akan memahami bagaimana Indonesia terbentuk dari berbagai suku, ras, adat, hingga agama terbentang dari ribuan pulau dan berakhir berdiri tegak dalam satu bendera. Hal positif dari yang mereka pelajari, tumbuhnya jiwa nasionalisme dalam diri mereka seiring dengan semakin mengenalnya mereka tentang nilai sejarah Indonesia.


2. Mencontoh nilai perjuangan pahlawan

Saat mempelajari sejarah, anak juga akan mempelajari bagaimana perjuangan kakek buyut mereka yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Melalui sejarah mereka akan menemukan inspirasi dari pejuangan para pahlawan terdahulu. Bagaimana pahlawan mengorbankan nyawanya untuk berjuang melawan penjajah. Ini juga akan melatih rasa patriotisme anak sehingga lebih cinta dan mau berjuang untuk Negara.


3. Melatih disiplin dan etos kerja yang tinggi

Sejarah adalah tentang menghargai data secuil apa pun yang ditemukan. Bagaimana mengumpulkan fakta dengan serius dan mendetail. Sehingga ini akan melatih rasa displin dan etos kerja anak karena melihat perjuangan di balik itu.


Itulah kenapa, aku kali ini mengajak anak-anak berkunjung ke museum, menceritakan kisah sejarah Indonesia, dan saat di rumah, aku memberi mereka buku untuk dibaca sendiri. Dengan begitu anak-anakku akan lebih mengenal sejarah bangsanya tersendiri. Kalau mereka memang bosan, aku mencoba untuk memberikan permainan asyik dengan tema sejarah. Aku menggunakan alat peraga seperti kostum pahlawan, video, atau set alat peraga sejarah lainnya. 


Aksan dan Shahia menunjukkan ketertarikan saat mengunjungi salah satu taman di pusat kota Semarang. Taman Srigunting yang sudah disulap menjadi lebih cantik, akhir-akhir ini juga menyuguhkan suasana ala kolonial Belanda. Beberapa sosok berdandan ala patung tokoh pejuang Nasional siap diajak selfie, berikut beberapa atribut antik, sepeda becak, dan sebagainya.


Seperti biasa, Aksan yang visual, selalu rapi, teratur dan necis dalam berpakaian. Dalam pengamatanku, saat berjalan-jalan ke beberapa tempat bersejarah itu, Aksan tidak begitu banyak bicara, dan ketika mendapat instruksi, ia akan menunggu adiknya bergerak, barulah ia mengikuti. Sehingga aku menyimpulkan, gaya belajar anak visual adalah dengan memberikannya contoh-contoh nyata tentang materi yang diberikan.


Sedangkan Shahia, hampir tidak pernah dapat berdiam diri. Ia akan menggambar atau memainkan pensilnya saat aku menerangkan sesuatu. Simbol, peta, lambang adalah hal tersulit baginya. Aku pun menyimpulkan untuk Shahia yang kinestetik, alat peraga adalah teman belajar paling tepat.