Thursday, November 7, 2019

JUALAN BUKU DULU, BERENANG KEMUDIAN



"Bunda, ada paket!" teriak si tengahku, Shahia.

"Tolong diterima dulu ya, Nak!" balasku dari arah dapur.

"Oke, Bunda!"

***

"Udah diterima ya paketnya?" tanyaku pada Shahia yang menghampiriku ke dapur.

"Sudah, Bun! Buesaaaaar kardusnya!" balasnya.

"Ohya? Besar banget? Gak kaya biasanya gitu kardusnya?" Aku penasaran.

"Ya, enggak besar-besar amat sih. Tapi lebih besar dari biasanya."

"Nanti Bunda lihat deh, abis goreng nugget."


***

Memang benar, kardus paket itu enggak seperti biasanya. Lebih besar, dan memang nampak lebih berat. Shahia pun tanpa komando membawa gunting.

"Ini, Bun!" 

"Terimakasih, Cantik. Buka yuk, kita lihat apa isinya." Aku mencoba membangkitkan rasa penasarannya.

"Ya, palingan buku lah! Bunda kan tukang jualan buku sama sabun ramah lingkungan. Kalau sabun, yang nganter tuh bukan JNE, tapi temennya Bunda. Kalau yang ini sih jelas buku," celetuknya.

"Ya jelas pasti buku, Nak! Cuman kan buku yang judulnya apa, kita belum tahu." Aku menjawab sambil membuka kardus paket di hadapan kami.

"Waaaaaah, gambar sampulnya bagus, Bun! Pe-tu-a-lang-an Ma-lam. Yang ini, Pe-tu-a-lang-an Tak Ter-du-ga. Yang ini, Li-bu-ran Se-ko-lah. Bun, kok gambarnya bagus ya."

"He em, itu memang buku anak. Jadi gambarnya dibuat lucu dan bagus yang disukai anak-anak."

"Bun, Shahia mau jual di sekolah boleh?"

"Eh, beneran?? Shahia mau jualan buku di sekolah?"

"Iya, bener! Besok Shahia bawa ya, Bun. Eh kalau laku bukunya, nanti hari Sabtu renang ya Bun! Pake uang jualan buku!" pintanya sedikit merengek.

"Halah, kok pake upeti segala. Tekor Bunda dong, jualin buku bayar gajinya pake renang." Aku protes tidak sepakat dengan idenya.

"Ah, Bunda! Shahia kan masih anak-anak. Boleh ya Bun? Kalau bukunya laku, Shahia mau renang!"

"Hm.. ya udah deh, boleh! Mau jualan yang mana?"

"Shahia bawain satu-satu ya, Bun. Harganya berapa?"

"Harganya 95 ribu."

"Oke!" jawabnya singkat.

"Harganya 95 ribu lo, Nak!" 
Aku mengingatkan dia lagi, seolah tak percaya, anak gadisku itu mau jualan buku di sekolahnya dengan harga yang "lumayan".

Tapi okelah, aku mengikuti saja semangatnya. Aku berikan dia kepercayaan. Tiga buah buku dengan judul yang berbeda, aku sodorkan padanya.


***

Besok siangnya, sepulang sekolah, dia memberikan laporan singkat.

"Ini Bun bukunya." 

Utuh tiga eksemplar! Aku terkekeh dalam hati. 

"Kata temen Shahia, bukunya bagus. Tapi mereka gak punya uang. Katanya mau bilang Mamahnya dulu."

"Oh gitu, oke gak pa pa!"

"Gak laku deh, ga jadi renang deh!" Dia menggerutu sendiri. Aku masih saja terkekeh dalam hati.

Sore harinya, tiba-tiba ada pesan masuk dari aplikasi WhatsApp ku. Salah satu wali murid, sekelas dengan Shahia bertanya tentang buku yang ditawarkan Shahia di sekolah. Anaknya bercerita, Shahia jualan buku bagus dan minta pada mamahnya untuk membelikan buku itu. 

Aku kirimkan tiga cover buku beserta penjelasan masing-masing. Dan berakhir closing! Dia membeli satu buku setelah memilih tiga judul yang aku kirimkan. Transaksi terjadi dan buku yang dia beli aku berikan pada Shahia agar besok disampaikan kepada temannya.

Aku memeluk Shahia dan berkata, "Kita jadi renang, Nak! Barakallah! Shahia udah pinter jualan buku!"


***

Mungkin sebagian besar orang tua yang merupakan seorang wirausahawan ingin meneruskan bisnis ke anaknya karena dengan begitu mereka masih dapat mengontrol jalannya bisnis tersebut. Namun, apabila seorang anak tidak dididik untuk menjadi wirausaha sejak dini, dikhawatirkan ia akan kaget dan kebingungan dengan hal yang asing baginya.
Menanamkan jiwa wirausaha pada anak sejak dini bukanlah perkara yang sulit ternyata. Terlebih lagi jika kita sebagai orang tua sudah berpengalaman di dunia bisnis.

Hanya sedikit orang yang lahir dengan bakat 'kewirausahaan. Namun, keinginan dan kemampuan seseorang untuk menjadi seorang wirausaha sukses suatu hari nanti perlu dipupuk dan dibuat sejak dini. 


No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat dan mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.


Salam kenal,


Hessa Kartika