Saturday, February 1, 2020

BUNDA BERKISAH PART #10 : PIKO SI TIKUS DESA

February 01, 2020 0 Comments

Seperti biasa, sebelum tidur, Lula meminta dibacakan cerita. Masih bermodal buku dongeng fabel, aku mulai menawarkan beberapa judul.

"Mau cerita tentang apa? Jerapah? Tikus? Kucing?" 

"Yang kaya Mini Mouse itu apa Bun? Tikus ya? Mau cerita mini mouse Bun!"

"Oke, cerita tentang temennya Mini Mouse ya, namanya Piko. Ini karya temen baik Bunda loh. Yang nulis namanya tante Gustin, dokter hewan. Pasti seru nih cerita buatan tante Gustin. Bunda bacain ya!"

"Assiiiiik ..." Seru Lula sambil memelukku.

Dan, mulailah mamak berkisah.

***


PIKO SI TIKUS DESA
Oleh: Gustin Mahmudah

         Pagi yang cerah liburan sekolah yang ditunggu telah tiba. Piko telah mendapat izin dari ayah dan ibunya untuk mengunjungi sahabat penanya di kota. Sudah sejak lama Piko ingin melihat kota tempat sahabat penanya tinggal. Selama ini Piko hanya bisa membayangkan bagaimana rasanya tinggal di kota melalui tulisan-tulisan sahabatnya. Makan di restoran, menonton di bioskop dan menyusuri ramainya jalan yang dilalui banyak kendaraan.
         Piko si tikus dan keluarganya tinggal di sebuah desa kecil. Rumahnya mungil diantara pohon-pohon rindang. Di sana tinggal beberapa keluarga tikus yang hidup dengan tenang dan damai. Mereka senang membantu satu sama lain.
         “Selamat pagi Ayah, selamat pagi Ibu.” Piko menyapa Ayah dan ibu yang sudah siap di meja makan dengan bersemangat.
         “Anak Ibu senang sekali hari ini, kenapa si?” tanya Ibu seolah lupa dengan rencana Piko.
         “Ah ibu ... Piko kan memang selalu senang dan bersemangat.” timpal Ayah sambil tersenyum.
         “Hari ini Piko mau ke tempat Moki bu.” jawab Piko sambil cemberut melihat respon dari Ayah dan Ibunya.
         “Iya sayang, jaga diri baik-baik ya di sana, bersikaplah sopan terhadap keluarga Moki dan jangan merepotkan.” ucap Ibu Piko.
         “Iya Ibu, jangan kangen ya, Piko akan menginap tiga hari lho,” Piko mencoba menggoda Ibunya sambil tertawa.
         “Owh jadi Piko nggak mau dikangenin Ayah sama Ibu nih.” Ibu menghampiri Piko dan menggelitik seluruh badannya.
         “Hahahahha” Piko tertawa geli.
         Begitulah suasana pagi di tengah keluarga Piko. Begitu hangat, akrab dan dekat satu sama lain. Setelah sarapan selesai, Piko mengambil tas ransel dan bersiap dengan topi dan sepatu kesayangannya. Ayahnya akan mengantarkanya sampai halte bus, setelah itu Piko akan turun di halte bus dekat rumah Moki yang berada di pusat kota.
         “Hati-hati sayang, Ini bawalah kue buatan Ibu untuk Moki dan keluarga. Jangan lupa sampaikan salam dari Ayah dan Ibu untuk Orang Tua Moki.” kata Ibu sambil memeluk Piko yang akan pergi.
         “Iya Ibu, Piko sayang Ibu.” kata Piko sambil memeluk erat Ibunya.
         “Ayo nak, Kita berangkat.” Ayah berteriak sambil bersiap menyalakan mesin motornya.
         Tidak sampai 10 menit Piko sudah sampai di halte bus. Setelah menunggu beberapa saat, bus pun datang, Piko bergegas naik ke dalam bus. Tidak lupa Piko berpamitan kepada Ayah. Sambil terus melaju meninggalkan Ayah, Piko melambaikan tangan dan akhirnya dia berhenti setelah ayahnya tidak terlihat lagi karena bus sudah melaju semakin jauh.
         Piko menikmati pemandangan, sambil membayangkan betapa bahagia dirinya sebentar lagi akan melihat suasana kota yang didambakan. Tidak terasa hampir 3 jam perjalanan, sebentar lagi Piko akan sampai di halte bus dekat rumah Moki. Bus melaju semakin pelan dan akhirnya berhenti di sebuah halte bus. Piko turun sambil melihat sekitar, di tengah ramainya orang Piko mencari sosok Moki.
         “Selamat datang Piko,” sapa seorang tikus kecil dengan penampilan stylish khas anak kota dengan senyum lebar.
         Sebentar melihat Piko langsung tau kalau itu adalah Moki. Mereka sempat bertukar foto lewat surat beberapa bulan yang lalu.
         “Halo ... Moki ya?” Piko menyodorkan tanganya, dan Moki menyambut tangan Piko seraya memeluknya.
         “Mari … lewat sini,” Moki menunjukan arah keluar halte menuju ke rumahnya.

         Baru berjalan 5 menit Piko berhenti di sebuah rumah di pinggir jalan raya. Rumah yang cukup besar dengan halaman yang tidak begitu luas.
         “Inikah rumahmu Moki?” Iya Piko mari silahkan masuk. Ajak Moki sambil membuka pintu.
         “Mama … ini teman Moki sudah sampai.” Teriak Moki sambil masuk ke dalam mencari ibunya.
         “Halo … ini Piko ya … selamat datang di rumah Moki yang sederhana ini,” Ibu Moki yang masih memakai celemek keluar menyapa Piko dengan ramah.
         “Iya tante saya Piko, Oh iya ini kue bikinan Ibu saya. Teriring salam dari Ayah dan Ibu semoga tante sekeluarga suka ya.” ucap Piko sambil menyerahkan kue bikinan ibunya.
         “Owh … kok repot-repot. Terima kasih ya.” Ibu Moki menerima kue yang dibawa Poki dengan senang.

***

         Selama beberapa hari Piko tinggal di kota, setiap hari Moki mengajaknya menjelajahi lingkungan sekitar. Jalan-jalan di pertokoan, sambil melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi dan lalu lalang kendaraan.  Bermain di taman dengan mainan yang banyak jenisnya, menonton di bioskop dan makan di restoran.
         Awalnya Piko begitu menikmati tinggal di kota. Namun suasana kota yang ramai membuatnya merindukan suasana desanya yang tenang. Dia rindu berjalan-jalan di hutan sambil menghirup udara segar dan mendengarkan nyanyian burung serta gemericik air. Dia rindu bermain bersama teman-temanya di sawah dan memancing di sungai yang airnya jernih. Dan tentu saja dia rindu Ayah dan ibunya, suasana rumah yang hangat dengan makanan sederhana yang lezat buatan Ibu.

***

         “Moki, sudah 3 hari aku menikmati suasana kota, sekarang saatnya aku pulang.” ucap Piko yang sudah siap dengan tas ransel dan sepatu serta topinya.
         “Terima kasih Piko sudah mau menghabiskan liburan di rumahku, jangan sungkan untuk main lagi ke sini.” jawab Moki
         “Sama-sama. Liburan berikutnya giliran kau yang harus menginap di rumahku ya” Piko berkata dengan penuh semangat.
         “Tentu saja. Aku ingin merasakan hidup di desa yang tenang … hehehehe” jawab Moki sambil tertawa.
         Piko berpamitan dengan ibu Moki. Tidak lupa ibu Moki menitipkan buah tangan untuk keluarga Piko di desa.
         “Hati-hati ya Piko, salam untuk Ayah dan Ibu ya” ucap ibu Moki sambil memeluk Piko.
         “Iya tante terima kasih untuk tiga hari yang menyenangkan ini … hehe.” Jawab Piko.
         Piko dan Moki berpisah di halte bus. Selanjutnya Piko tidak sabar untuk sampai di rumah memeluk ayah ibu dan menceritakan pengalamanya di kota. Sebagus apapun tempat di luar sana ternyata paling nyaman adalah tinggal di lingkungan sendiri, Piko bergumam dalam hati.

***

"Jadi, Nak, kita harus selalu bersyukur dim kita berada, dalam situasi dan kondisi apapun. Tempat yang paling nyaman untuk kembali pulang adalah keluarga (lingkungan tempat kita tinggal)."

"Makanya, sama Kak Aksan dan Kak Shahia harus saling sayang, yang akur, saling berbagi, saling membantu. Karena keluarga itu harus saling menolong, harus kompak. Oke?"

"Oke, Bun!"